Oleh : Widjajono Partowidagdo
Guru Besar ITB, Bandung.
Waktu baru kembali dari bertugas sebagai diplomat di Meksiko, sebelum krisis moneter di Indonesia 1997, kakak istri saya ikut seminar di CSIS (Center for Strategic and International Studies), kebetulan pembicaranya Dr. Mari Pangestu. Kakak ipar saya bertaya: ”Apakah Indonesia tidak perlu ber-hati2 karena Meksiko sudah terkena dampak krisis moneter?. Dijawab: ”Jangan terlalu kuatir, fundamental ekonomi kita kuat.”
Pernyataan Mari tersebut adalah pernyataan standar dari hampir semua ekonom Indonesia waktu itu. Apalagi waktu itu masih jaman pak Harto dimana orang yang punya pendapat “lain” punya konsekuensi.
Kemudian, Indonesia terkena dampak krisis keuangan yang parah dan paling lama sembuhmya.
Saya kenal Mari sejak 1985 di Acara Permias (Persatuan Mahasiswa AS) di. California. Kemudian sering ngobrol di telpon karena kami sama-sama bikin disertasi yang tidak kunjung selesai. Kebetulan dia membahas Dutch Disease pada ekonomi Indonesia. Penyakit Belanda adalah penyakit yang timbul justru karena negara itu mempunyai migas tetapi menderita karenanya. Persis seperti orang kena diabet karena kaya. Pada dasarnya kerugian tersebut karena kebijakan yang tidak tepat (keserakahan). Saya kenal Mari sebagai seorang yang sangat cerdas, tidak terlalu banyak bicara tetapi kalau bicara fasih dan akademis.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM) dan saya pernah diundang ceramah pada acara buka puasa bersama Angkatan 84 ITB di hotel Hilton. Sesudah buka puasa saya presentasi duluan, karena MESDM belum datang, kemudian dilanjutkan oleh MESDM. Pada waktu acara tanya jawab seorang Alumnus bertanya: “ Pak Pur, waktu mas Wid presentasi kok mudah dimengerti , waktu Bapak presentasi kok susah dimengerti?. Dijawab MESDM: “ Soalnya dia bukan pejabat. Kalau saya sudah tidak menjabat lagi saya bisa bicara seperti dia.” Purnomo adalah teman saya yang sangat cerdas, jadi tidak mungkin kalau tidak memahami apa yang saya presentasikan.
Saya pernah presentasi mengenai Kenaikan Harga BBM di Pekanbaru dan Kegiatan Migas di Jayapura dan Manokwari, yang dihadiri oleh Akademisi, Pemda dan LSM. Disetiap tempat mereka mengajukan usulan yang sama: “Bapak kan dekat dengan Elit (Pejabat), kenapa Bapak tidak memberitahu mereka supaya kami jangan dibodohi?. Saya jawab: “ Kalau saya bicara dengan Elit tidak ada dampak politiknya dan mereka belum tentu tidak tahu apa yang saya tahu. Kalau saya memberitahu Bapak-Ibu apa yang perlu dibicarakan dengan Elit, lalu Bapak-Ibu sendiri yang menyampaikannya kepada Elit maka ada dampak politiknya. Seseorang hanya bisa dibodohi kalau memang kalah pintar.”
Seorang pejabat kalau bicara dibatasi hal-hal di luar kewajiban atau kontrolnya. Di buku silat disebutkan di atas langit ada langit. Misalnya, seorang Menteri Perdagangan mungkin ceramah:”Indonesia mau tidak mau harus menghadapi globalisasi.“ Tetapi, segan melanjutkan (misalnya): “ Dengan syarat harus berusaha keras untuk Mandiri, Perduli dan Bersahabat serta mempunyai Peraturan, Peradilan dan Pendidikan yang baik.” Atau, MESDM segan bilang penurunan produksi di Indonesia disebabkan, disamping karena masalah intern ESDM, juga oleh peraturan-peraturan yang tidak mendukung dari Departemen- Departemen dan Institusi-Institusi lain. Mungkin karena itu untuk mengatasi masalah intern diperlukan Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Migas (P3M) dan untuk antar sektor diperlukan Dewan Energi Nasional (DEN).
Saya setuju dengan pendapat bahwa kita tidak boleh panik dengan adanya krisis. Mohon tidak boleh panik tidak diterjemahkan tidak ada apa2. Kalau mendaki gunung, makin buruk keadaan makin tidak boleh kita panik, karena kepanikan makin memperburuk situasi. Seperti kelompok pendaki, suatu Bangsa sebaiknya Mandiri, Perduli (terhadap sesama kelompoknya) dan Bersahabat (terhadap kelompok lain). Makin mandiri, maka makin kurang ketergantungannya kepada pihak lain. Walaupun demikian, dalam keadaan sulit, mungkin saja anggota kelompok membutuhkan bantuan anggota kelompok yang lain. Dalam keadaan yang lebih sulit lagi mungkin kelompok tersebut membutuhkan bantuan kelompok lain. Kalau dia bersahabat dengan kelompok lain maka bantuan tersebut akan lebih mudah diperoleh.
Kalau ditanya apa yang akan terjadi dari suatu krisis? Maka jawabannya tergantung kepada Kemandirian, Keperdulian dan Sikap Bersahabat Kelompok atau Bangsa tersebut. Untuk Bangsa perlu ada tambahan Peraturan, Peradilan dan Pendidikan yang baik. Meramalkan ekonomi adalah sulit, seperti misalnya meramalkan harga minyak, karena apa yang akan terjadi tergantung kepada reaksi masyarakat.
Told Buchholz bahkan mengilustrasikan kalau seorang dokter mengoperasi ginjal maka dari sinar X dia tahu bahwa ginjal kanan pasien terletak satu inci dibawah usus besar. Bayangkan bila dia membedah, ginjal tersebut berubah posisi. Hal ini terjadi pada ekonom dimana pada saat dia mengisolasi penyebab dan mengestimasi pengaruhnya, maka derajat pengaruhnya berubah dengan perubahan hubungan manusia dengan insitusi sosial. Kepercayaan (trust) investor baik domestik maupun asing sangat berpengaruh pada dampak krisis Amerika terhadap Indonesia.
Kemandirian sebaiknya tidak menjadikan kesendirian (egoisme) dan tidak diartikan sebagai anti Bangsa lain. Keperdulian sebaiknya disertai dengan tanggung jawab. Jangan sampai suatu bantuan menyebabkan kondisi menjadi lebih buruk. Sikap bersahabat dengan Bangsa lain sebaiknya dalam kondisi setara.
Kita tidak perlu menyalahkan Kapitalisme untuk krisis dunia saat ini, kalau Kapitalime yang disalah gunakan (akibat keserakahan) ya. Hanya apabila berhubungan dengan kapitalisme kita juga harus memiliki persyaratan-persyaratan pendukungnya supaya tidak disalah gunakan dengan ; 1. Mempunyai pendidikan dan pengetahuan yang baik, sehingga tidak ditipu, disamping bisa mengemukakan pendapat dan bernegosiasi, 2. mempunyai moral yang baik (good society) sehingga suka menolong sesama dan mencintai alam, 3. mempunyai institusi dan peraturan yang baik (good governance) sehingga semua pihak sulit untuk berbuat tidak adil.
Adam Smith (1723-1790), dalam tulisannya yang terkenal An Inquiry into the Nature and the Cause of the Wealth of Nations, yang mengajukan pandangan bahwa bangsa-bangsa akan paling baik menciptakan nilai dan kekayaan dengan cara menggunakan prinsip pembagian kerja, setiap pekerja menjadi seorang spesialis dan dengan demikian menjadi produktif pada suatu bidang tertentu. Dalam keadaan ini tidak seorang pun mampu menciptakan segala sesuatu yang diperlukan; ia dapat memperoleh barang dengan mempertukarkan nilai yang dihasilkannya melalui pekerjaannya. Adam Smith memandang pertukaran, hak milik perorangan dan pasar bebas sebagai landasan untuk membangun kemakmuran bangsa. Adam Smith sangat terkenal dengan istilah invisible hand (tangan yang tak terlihat), walaupun hanya satu pasangan kata tersebut yang ada dalam buku the Weath of Nations: “Tanpa sengaja dengan dibimbing tangan yang tak terlihat, seorang yang bekerja dengan sebaik-baiknya untuk memperbaiki nasibnya, memperbaiki keadaan masyarakat.” Sebelum menulis. The Wealth of Nations (1776) Smith menulis The Theory of Moral Sentiment (1759) pada waktu dia menjadi Ketua Jurusan Filsafat Moral di University of Glasgow. Bermoral menurut Smith adalah menempatkan diri sebagai seseorang yang berbuat adil dan bisa membedakan baik dan buruk.
Adam Smith, Bapak Kapitalisme juga menyatakan: Men could safely be trusted to pursue their own self interest without undue harm to the community not only because of restrictions imposed by laws, but also because they were subject to built in restraint derived from morals, religion, custom and education. Seseorang dapat dipercaya untuk meraih kepentingan pribadinya tanpa merugikan masyarakat bukan hanya karena adanya batasan-batasan hukum, tetapi juga karena adanya pengendalian diri yang berasal dari moral, agama, kebiasaan dan pendidikan.
Kapitalisme yang baik adalah yang bermoral, kalau tidak dia akan jahat, seperti dinyatakan Frederick Jameson (Post Modernism, 1991): Capitalism is at one and the same time the best thing that has ever happened to the human race and the worst. Kapitalisme adalah pada satu saat sesuatu yang terbaik yang pernah terjadi pada kehidupan manusia dan yang terburuk.
Menurut Joseph Stiglitz (Pemenang Nobel Ekonomi 2001) pasar membutuhkan regulasi yang tepat di sektor finansial, kebijakan persaingan usaha, serta kebijakan yang bisa menfasilitasi penguasaan teknologi dan mendorong transparansi, pendidikan dan peningkatan kemampuan nasional. Kebijakan industri dengan mempersempit kesenjangan teknologi dengan pinjaman pemerintah ke Chaebol di Korea Selatan berhasil membangun pabrik baja paling efisien di dunia. Permasalahannya dari krisis finansial di Asia bukanlah karena peran pemerintah yang terlalu berlebih, tetapi justru terbatasnya peran pemerintah dalam bidang keuangan. Permasalahan real estate di Thailand disebabkan ketiadaan peraturan pemerintah untuk mengendalikan laju investasi di bidang tersebut. Hal yang sama terjadi di Korea Selatan yang menghadapi masalah overlending (pemberian pinjaman berlebih) terhadap perusahaan-perusahaan dengan resiko tinggi dan corporate government yang lemah. Menurut Stiglitz: “Jika informasi tidak sempurna dan pasar tidak lengkap yang hampir selalu terjadi, terutama di negara-negara berkembang, maka invisible hands bekerja sangat tidak sempurna.”
Stiglitz menyatakan: “The Asia financial crisis was brought on by a lack of adequate information in the financial sector.” Ternyata itu tidak hanya berlaku di Asia (termasuk Indonesia), tetapi juga berlaku di Amerika Serikat. Krisis disana diakibatkan oleh pinjaman untuk sektor perumahan yang tidak hati2, seperti penjelasan Pak Suryono yang lama hidup disana.
Di Indonesia, dulu juga pernah diberikan pinjaman ke banyak Petani dengan maksud baik. Karena tidak adanya informasi yang cukup dan Petani tahunya menanam cabai dan bawang, maka semua melakukannya dan ketika panen karena pasokan sangat berlebih sehingga harganya jatuh sehingga cabai dan bawang tersebut sampai dibuang ke jalan.
Walaupun demikian, menurut saya, krisis ini ada hubungannya dengan makin melemahnya Amerika Serikat karena menggunakan sebagian besar sumber dayanya untuk berperang (keserakahan). Kalau kita pintar sebaiknya meningkatkan persahabatan dengan Negara2 yang mempunyai uang banyak karena tingginya harga minyak. Akibatnya, mereka menanam modal di Indonesia atau kita berusaha disana.
Stiglitz juga menyatakan:” If globalization has not succeded in reducing poverty neither has it succeded in ensuring stability.” Jika globalisasi telah tidak berhasil mengurangi kemiskinan, maka dia juga tidak menjamin stabilitas. Perlu ada pertemuan untuk membicarakan langkah-langkah supaya globalisasi tidak membuat jurang antar miskin dan kaya semakin lebar, karena bila demikian dunia akan tidak stabil dan yang rugi adalah semua umat manusia.
John Maynard Keynes (1883-1946) dalam bukunya "The General Theory and Employment, Interest and Money" melihat kekurangan baik pada ekonomi pasar bebas maupun ekonomi terencana. la menganjurkan suatu peran positif untuk dimainkan oleh pemerintah dalam rangka mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh siklus bisnis melalui pengelolaan yang cepat terhadap pasokan uang dan kebijakan anggaran (fiskal). Menurut Keynes jika investasi swasta rendah, pemerintah seharusnya meminjam uang dan melakukan investasi publik (infrastruktur, pendidikan) dan bila investasi swasta tinggi pemerintah harus menghentikannya. Walaupun mendapat tantangan dengan argumentasi bahwa campur tangan pemerintah yang lebih banyak berarti mengurangi kebebasan, Keynes berpendapat bahwa apa yang dia usulkan adalah untuk menyelematkan kapitalisme bukan menguburnya.
UU Bailout US $ 700 miliar adalah bentuk campur tangan Pemerintah seperti anjuran Keynes. Peran pemerintah yang dibutuhkan pada saat investasi swasta rendah seperti yang dianjurkan Keynes dan dulu berhasil mengatasi depresi di Amerika Serikat (AS), banyak disalahgunakan dibeberapa negara berkembang dimana pemerintah mendanainya dengan meminjam uang dari luar negeri dan peminjam tersebut di korupsi. Akibatnya negara-negara tersebut tambah miskin dan dililit hutang.
Amerika bisa mengatasi Great Depression (tahun 1930 an) pada waktu dipimpin oleh seorang yang lumpuh dan hidup diatas kursi roda, Franklin Delano Roosevelt (FDR). GDP Amerika turun dari $860 pada 1929 ke $630 di 1933 dan naik ke $1200 pada 1941. Kisah hidupnya dapat disaksikan dalam film Warm Springs (pemandian air panas), tempat dimana dia berjuang untuk menjadi lebih baik, sesudah kena penyakit lumpuh. FDR adalah Presiden Amerika Serikat yang paling lama (1933-45). Dia mempunyai kepedulian sangat tinggi terhadap orang lain, karena kelumpuhannya. Pemimpin yang perduli semacam FDR dibutuhkan untuk mengatasi krisis.
Jepang maju sejak Restorasi Meiji tahum 1868 dan ketetapan pendidikan pada tahum 1872 dimana diberlakukan sistem administrasi pendidikan berdasarkan sistem Perancis dan sistem sekolah serta kurikulum yang dipraktekkan di Amerika Serikat. Sistem tersebut mengutamakan pengertian yang menggantikan sistem sebelumnya di Jepang yang mengutamakan hafalan. Dideklarasikan pula bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan untuk mendapatkan mata pencaharian; pendidikan adalah sumber kesuksesan individu dan kemajuan sosial serta setiap orang harus bersekolah tanpa memandang jenis kelamin. Pada tahun 1879 pemerintah mulai menekankan pendidikan moral di sekolah sekolah untuk mengkoreksi pengaruh Barat dan menyesuaikannya dengan kehidupan orang Jepang. Pendidikan moral meliputi pengekangan diri, kemandirian, kesabaran, rasa tanggungjawab, rasa solidaritas, terimakasih, rasa cinta alam, jiwa beragama, pentingnya dimensi spiritual, dan aturan aturan sosial tradisional.
Mahatma Gandhi mengajarkan masyarakat India untuk melalui Swadesi (kemandirian) dari Ahimsa (tanpa kekerasan). India walaupun bersusah susah dahulu pasti menuju ke keadaan yang lebih baik karena bisa membuat hampir segalanya sendiri, bahkan bisa membuat senjata nuklir. Pemimpin-pemimpin India rela hidup sederhana. Pada waktu Presiden Megawati mengunjungi India maka buat tamu negara tersebut disediakan mercy new eyes, tetapi Presiden dan Menteri-Menteri India menggunakan mobil sederhana buatannya sendiri. Mereka tidak malu dengan keadaan tersebut, bahkan mereka bangga karena kemandiriannya. Yang memalukan bagi mereka adalah ketergantungan terhadap bangsa lain. Banyak sekali warga India yang belajar dan bekerja di Amerika Serikat, Canada atau negara-negara Eropa serta bekerja di badan-badan Internasional di seluruh dunia. Beberapa orang India bahkan memenangkan hadiah Nobel.
Putin (Pemimpin Rusia) menyatakan bahwa Rusia tidak akan kembali ke Komunisme dan tidak akan menjadi Kapitalisme. Politik Rusia adalah Patriotisme.
Sebagai seorang yang menyukai filsafat saya tidak anti Kapitalisme. Suzuki menyatakan: “That’s what I love about philosophy no one wins.” Kapitalisme terbukti membawa kemakmuran bagi Bangsa Barat. Walaupun demikian Pasar Bebas membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus. Kenapa kita tidak mengimplementasikan saja ajaran Founding Father kita yaitu Berdikari (mandiri), Gotong Royong (perduli) dan Bebas Aktif dan Cinta Damai (bersahabat). Ada pepatah rumput Tetangga lebih cantik. Kenapa kita tidak mensyukuri saja yang kita miliki?. Ada buku Japanese Can Say No. Pada pertemuan World Trade Organization (WTO) yang lalu Chinese and Indian can say No. Bukan hanya berkata tidak, tetapi berkata tidak yang dihormati. Kapan giliran Indonesia?.
Ajaran-ajaran Adam Smith, Keynes, Meiji, Gandhi, Sukarno, Putin dan Stiglitz semua baik untuk kondisinya masing-masing. Everything is beautiful in its own way.
Kebetulan, saya baru kembali dari Vietnam. Vietnam punya Panutan yaitu Paman Ho (Ho Chi Minh) yang arif dan sederhana. Penduduknya tidak rewel: disana BBM tidak disubsidi (diatas Rp.10.000/liter), tidak senang protes, tidak ada masalah pembebasan tanah dan mereka sangat ramah dan mungil ( Itulah sebabnya ketika mereka bikin lubang tikus di sekitar Saigon, orang Vietnam bisa masuk tetapi orang Amerika tidak bisa). Seorang teman yang bekerja di perusahaan petrokimia Amerika di Surabaya bercerita bahwa pabriknya di Surabaya sudah berdiri 20 tahun dan yang di Vietnam baru 5 tahun, tetapi produksi pabriknya di Vietnam sekarang lima kali yang di Indonesia. Di Vietnam ijin investasi diusahakan seminggu selesai.
Keunggulan suatu Bangsa bukan pada kekayaan sumber daya alam, tetapi pada moralnya. Herman Daly (Beyond Growth, 1996): Sustainable development will require a change of heart, a renewal of the mind and a healthy dose of repentance. These are all religious terms, and that is no coincidence because a change in the fundamental principles we live by is a change so deep that it is essentially religious whether we call it that or not. Pembangunan berkelanjutan akan membutuhkan perubahan nurani pembaruan pandangan dan tobat dalam dosis yang sehat. Semua ini adalah istilah-istilah keagamaan dan hal itu bukan kebetulan karena suatu perubahan dalam prinsip-prinsip fundamental yang kita anut adalah perubahan yang sangat dalam sehingga hal itu sebenarnya adalah keagamaan baik kita menyebutnya demikian atau tidak. Jadi, kalau mau berhasil dalam menghadapi Globalisasi maka kita harus Beriman (Percaya bahwa akan berhasil dengan ijinNya), Beramal Soleh serta saling mengingatkan akan Kebenaran dan Keadilan.
Everything is beautiful in its own way
Langganan:
Postingan (Atom)