BELUM TAUBAT

Dear Moderator Milis tm-upn98@yahoogroups.com, upnvy-owner@yahoogroups.com dan Minyak834@yahoogroups.com,

Membaca keluhan adik-adik kita mahasiswa TM-UPN “VETERAN” Yogyakarta pada profiles.friendster.com/11408113 danTM UPN 98's Blog yang mereka buat, saya hanya bisa membatin,

”pada belum taubat juga rupanya rekan-rekan dosen TM di UPN Yogya tuh...”

"Hari geneh masih ada pengalaman yang pahit ini".
(saya kutip dari salah satu milis adik-adik kita TM'98)

Teman-teman mahasiswa TM-UPN di Yogya ytc, ketika zaman Paleozoikum (?) melanda Jurusan Teknik Perminyakan ITB, Bandung (1975-1981), saya pun dengan rekan-rekan mahasiswa TM-ITB ketika itu mengalami hal yang sama dengan yang adik-adik alami.

Cuma bedanya kalian masih mengalaminya sekarang, padahal kita sudah berada pada jaman Recent ato Globalisasi (!) sekarang ini. Masa siiihhh...?

Sekitar awal penerimaan mahasiswa baru ITB angkatan tahun 1981, saya dipanggil oleh Bapak Dr.Ir. Soepomo (Ketua Jurusan TM-ITB ketika itu) ke ruangan kerja beliau.

“Saudara Ronald, sebagai Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi “MEDIA PATRA”, saya menganggap saudara adalah tokoh mahasiswa Patra saat ini yang dapat mensosialisasikan Kurikulum ITB ke depan, khususnya Kurikulum Jurusan Teknik Perminyakan ITB, yang akan diterapkan sejak proses penerimaan mahasiswa ITB tahun depan, angkatan 1982.”

“Saya berharap setelah saya memaparkan program kerja ITB ini kepada saudara, saudara dapat menyampaikan hal ini kepada rekan-rekan saudara mahasiswa HMTM “PATRA” ITB untuk selanjutnya HMTM “PATRA” ITB membuat rencana kegiatan mahasiswa yang sesuai dengan program ITB tsb ke depan. Mulai dari kegiatan OS (Orientasi Studi Mahasiswa Baru) hingga kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lainnya.”

“Siap pak,” kataku sembari mencatat poin-poin penting tentang apa yang disampaikan beliau, aku sangat bangga waktu itu karena diberitahu langsung oleh Ketua Jurusan TM-ITB, di rungan kerjanya, tentang rencana ITB ke depan dan dilibatkan pulak awak ini wah… ITB choooyyy…..

Selanjutnya kucatat bahwa sejak penerimaan mahasiswa baru ITB tahun 1982, calon mahasiswa sudah harus memilih langsung Jurusan yang diminatinya. (Sampai dengan angkatan tahun 1981, calon mahasiswa hanya memilih Fakultas saja yaitu Teknik Sipil Perencanaan, Teknik Industri atau MIPA. Selanjutnya berdasarkan minat dan IPK semester I dan II, barulah mahasiswa “dijuruskan”. Jurusan Teknik Perminyakan ketika itu masuk dalam FTI-ITB). Kucatat lagi, bahwa KURIKULUM harus dievaluasi per 5 tahun untuk disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan serta tuntutan dunia kerja/industri. Bahwa ratio ideal antara jumlah dosen : mahasiswa adalah 1:10, artinya sejak perwalian satu orang dosen harus paling banyak membimbing sepuluh orang mahasiswa. “Wahhh…pantes kami terlantar,” batinku.

Kemudian beliau menyebutkan juga beberapa nama dosen TM-ITB yang baru dan akan segera kembali dari luar negeri karena telah berhasil menyelesaikan study S-3 dengan meraih gelar Doktor (Phd atau DR.Ing). Juga beliau paparkan mengenai rencana rekruitmen dosen-dosen baru dan yang nantinya akan dikirim untuk studi lanjutan ke luar negeri menggantikan seniornya yang akan kembali segera.

Selanjutnya kucatat paparan beliau tentang pentingnya dukungan Asisten Dosen, Perpustakaan, Laboratorium Mekanika Reservoir, Pemboran, Penilaian Formasi, Secrec/EOR, Laboratorium Komputer, Kerja Praktek, Tugas Akhir hingga peran Alumni sebagai bagian dari Civitas Academica. Wahhh…jadi tau deh gue, pikirku, seneng donk.

Setelah keluar dari ruangan ketua Jurusan, saya mengundang seluruh rekan mahasiswa pengurus MEDIA PATRA, lalu saya sampaikan rencana ITB, khususnya Jurusan TM-ITB tsb. Kemudian kami memutuskan untuk memperluas Forum Rapat dengan menyampaikan hal tersebut kepada Ketua Himpunan Mahasiswa TM “PATRA” ITB untuk dibahas dalam Rapat Pengurus HMTM “PATRA” ITB.

Hasil Rapat Pengurus HMTM “PATRA” ITB kemudian memutuskan untuk kami pengurus Himpunan, menghadap bapak Ir.Rochadi Gapar, DIC di rumah beliau di Dago Atas untuk mendapat pandangan-pandangan filosofis dari beliau tentang Kurikulum baru yang akan diterapkan tahun depannya, 1982. Hingga saat itu Jurusan Teknik Perminyakan ITB belum memiliki Guru Besar/Profesor, jadi yang mewakili Jurusan TM-ITB di lembaga Senat Guru Besar ITB adalah bpk. Ir.Rochadi Gapar,DIC dan bpk. Ir. J.C. Kana, MPE selaku dosen senior.

Kurang lebih sekitar 10 orang kami tokoh mahasiswa TM-ITB ketika itu diterima pak Rochadi malam-malam di rumah beliau (maaf saya tidak menyebut nama-nama tokoh mahasiswa TM-ITB yang ketika itu ikut bersama-sama menghadap bpk Ir.Rochadi Gapar,DIC malam itu, karena saat ini mereka menduduki jabatan-jabatan strategis diberbagai instansi/perusahaan) .

Itu lah pertama kali kami semua berhadapan langsung dengan beliau, biasanya di kampus hanya lihat bayangannya saja, beraninya segitu aja sih...

Sosoknya tinggi besar, suara bariton, sesekali keluar dialek Jawa Timuran, orator yang baik dan penuh wibawa. Beliau mulai memaparkan,” Kurikulum adalah bentuk operasionalisasi dari filsafat pendidikan kita yang termaktub dalam Mukadimah UUD’45, bahwa negara Republik Indonesia didirikan dengan tujuan antara lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa….dst…dst..dst…” kami mendengarkan dengan baik.

“ITB selaku lembaga pendidikan tinggi terkemuka di Indonesia telah mencanangkan diri untuk menjadi setara dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi ternama di dunia. Karena ITB telah mempunyai dosen-dosen yang telah mendapat pendidikan S-2 dan S-3 dari seluruh perguruan tinggi ternama di dunia dst…dst…”aku sambil mencatat2.

“Sistem penerimaan mahasiswa baru di ITB telah disempurnakan sehingga hanya lulusan SMA terbaik di Indonesia yang bisa diterima di ITB. Ibarat keramik……maka mahasiswa ITB itu adalah keramik Cina, kalo disentil bunyinya akan “tiiinnngg” pasti nyaring!”

Yang ini ngga kucatat, karena sebagai Pemred aku tau persis bahwa kata-kata itu pasti akan tertanam dibenak kami yang hadir di situ. Juga dari ekspresi teman-teman yang mendengarkan paparan beliau jelas terpancar rasa kagum dan terpesona.

“Alumni ITB itu bukan dipersiapkan untuk jadi sarjana siap pakai, tetapi sarjana siap untuk dikembangkan. Artinya, setelah tamat dari ITB, ketika kalian mulai memasuki dunia kerja, maka kalian akan melakukan start yang sama dengan mahasiswa perguruan tinggi lain yang seangkatan di dunia kerja. Tetapi setelah lima tahun bekerja, maka pasti akan kelihatan alumni-alumni ITB lebih unggul dari yang lain.”

Selanjutnya beliau memaparkan tentang struktur industri Migas saat itu dan yang akan datang, alumni dan sebagainya, yang kuingat cuma intinya saja bahwa,”Alumni Teknik Perminyakan-ITB dipersiapkan untuk menduduki level midlle to upper management, sedangkan TM-UPN cukup untuk level lower to middle management saja.”

Mengenai pandangan beliau, ketika itu, tentang Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti, saya sudah lupa.

Saya coba bolak-balik memory tua ini, ingatnya hanya…
Jurusan Teknik Perminyakan didirikan di Universitas Trisakti Jakarta tahun 1980 atas prakarsa PN. PERTAMINA dan Universitas Trisakti karena minimnya output sarjana TM dari ITB Bandung dan UPN “VETERAN” Yogyakarta ketika itu, alias mampet (Paleozoikum!).

Padahal saat itu terjadi oil booming, akibat perang teluk!

Mengenai TM-USAKTI, untuk lebih jelasnya, mungkin teman-teman dapat menanyakan langsung kepada sdr. Syamsul Irham (TM-ITB ’78) yang ikut hadir pada waktu pertemuan di rumah pak Rochadi Gapar malam itu.

Hingga saat ini pak Syamsul Irham adalah Dosen Senior di Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Jakarta sekaligus menjabat Manajer Keuangan BATM USAKTI (Badan Afiliasi Teknologi Mineral Universitas Trisakti Jakarta.

Urusannya….??? Jelas donk… making money!

IN MEMORIAM (I): Wahyu Tanoto

Dear moderator milis Minyak834@yahoogroups.com,

Saya mendukung dan mendorong teman-teman untuk terus mewacanakan masalah DANA ABADI, dan salam buat teman yang memulai wacana ini. Prinsipnya saya setuju dengan pendapat Eka Clarawati (BP America, Houston,TX) bahwa sebaiknya kita arahkan dana tersebut untuk hal-hal yang bersifat Sosial/Charity dulu, saya tambahkan juga untuk Scholarship (Beasiswa).

Untuk yang bersifat BISNIS kita bisa buka wacana tersendiri nanti, sekarang ini Moderator milis boleh menyimpannya dulu untuk kita agendakan pada pembahasan/forum berikutnya.

Friends...tidak satu pun diantara kita yang menginginkan terjadinya musibah, kecelakaan, sakit, kemalangan dan sebagainya. Sehingga biasanya kita tidak siap ketika hal-hal tersebut terjadi pada diri kita.

Ketika saya pertama sekali berada di kota gudeg Yogyakarta, saya tinggal di rumah abang sepupu di daerah Maguwohardjo. Saya bertetangga dengan almarhum teman kita Wahyu Tanoto (Totok/TM-82), kakinya cacat (pincang) tapi jagoan olahraga, termasuk main tenis.

Setiap hari Totok menyediakan waktu dan kendaraan vespanya untuk mengantarkan saya kemana saja saya perlu. Baik untuk urusan pendaftaran, ujian dan pengenalan kampus hingga memperkenalkan saya kepada teman-teman kampus juga untuk mengenal jalan-jalan di kota Yogyakarta.

Saya tidak memerlukan waktu yang lama untuk bersahabat dengannya.

Setiap hari Sabtu sore dia pulang ke rumah orangtuanya di desa Delanggu, Klaten. Bapaknya seorang Hakim di Klaten, rumah mereka persis dekat dengan tempat pemandian Cokrotulung. Kalau saya ikut dengan dia ke sana, kami akan berenang seharian di kolam renang sambil makan, minum dan istirahat dengan membayangkan diri kami seperti Donald Trump (lagi ngetop sih waktu itu...). Pokoknya kita bisa menikmati sebuah kehidupan desa yang asri dan tenteram...

Setelah tamat dari UPN "VETERAN" Yogyakarta, tahun 1993, saya sempat bertemu sekali dengan almarhum di Lemigas. Dia bekerja sebagai pegawai honor di Lemigas dengan beberapa teman lain seperti Ishak Suyatmo, kalau saya tidak salah. Ketika itu saya ajak Totok untuk berkenalan dengan teman dan sahabat baik saya ketika di TM-ITB Bandung, Achmad Haryadi (TM-80) yang lebih ngetop dengan panggilan A'a (Sunda = mas, abang) karena dia anak pertama dalam keluarganya.

Setelah itu saya berangkat ke Sulawesi, Makassar dan Kendari, ke kampugnya Andriano Lalang (Datalog Technology, Canada) dan Petrus Krilson (Petrochina, Papua) sudah 2 kali tuh Tana Toraja, ngurusin air minum (PDAM) . Trus 1996 saya kembali ke Jakarta hingga mudik ke Medan dan ke Jakarta lagi sekarang, tapi tidak pernah bertemu kembali dengan sahabat saya itu.

Sekitar bulan Mei 2007 yang lalu, saya ada urusan ke BPH Migas, ketemu dengan teman kita Bukhori Muslim (TM-84) dan Eddy MS (TM-84), Direktorat Gas. Dari Bukhori saya dapat info bahwa sahabat saya Achmad Haryadi (A'a) juga sudah bertugas di BPH Migas, Direktorat BBM. Seperti ada gerak di hati saya, ketika ditawarkan teman-teman untuk ketemu A'a, saya bilang, "Nanti lah... saya mau ketemu secara pribadi dengan A'a, karena saya sudah seperti keluarga dengan dia. Saya akan cari waktu yang tepat untuk ketemu dia," kata saya.

Bukhori dan kawan-kawan di BPH Migas hingga waktu itu tidak tau bahwa A'a itu alumni Teknik Perminyakan (ITB), memang sejak kuliah di Jurusan Teknik Perminyakan ITB, Bandung, A'a sangat hobby ngotak-ngatik komputer dan bahasa pemrograman. Sejak masih jaman Kalkulator Program, trus muncul PC Apple, IBM dst sampai jaman GIS dan Internet sekarang ini, proyeknya IT.

Beberapa hari kemudian atas info dari Bukhori, saya diajak Rudi Sofyan ke BPH Migas untuk ketemu A'a. Rupanya hari itu di BPH Migas akan ada acara ramah tamah dan perkenalan Anggota Komite BPH Migas yang baru dilantik oleh Menteri ESDM dengan para staff dan karyawan BPH.

Ketika kami sampai di BPH, temannya Bukhori pak MP. Simbolon (FE-Univ. Dharma Agung Medan), menawarkan kami untuk duduk di ruang tunggu sembari menanti dia memanggilkan A'a.

Tidak lama kemudian A'a keluar dari lift, terus saya salam dan peluk dia sambil kami berjalan ke ruangan kerjanya. Setelah ngobrol ngalor-ngidul tentang pekerjaan dan aktifitas, saya dan Rudi lebih banyak sebagai pendengar yang baik, A'a kemudian nyeletuk," Nald... kamu inget nggak dengan teman mu, Wahyu...Totok."

Kujawab;" Aku cuma dengar info bahwa Totok meninggal karena DM (Diabetes Melitus), selebihnya nggak tau apa-apa. Ceritanya gimana A?."

A'a mulai bercerita, bahwa sejak saya perkenalkan Totok dengannya dulu, mereka sering berkomunikasi. (Memang hal positip pertama kali yang saya lihat pada diri almarhum adalah orangnya proaktif. Tidak rendah diri, meski pun fisiknya cacat. Hanya kalau minum teh manis atau kopi, gulanya bisa 10 sendok makan... selalu manissss sekali...njowo tenan).

Kemudian Totok dan A'a berteman baik terutama dalam hal pekerjaan2 mereka di Lemigas.

Selanjutnya A'a cerita tentang saat-saat Totok sakit sampai meninggal dunia. A'a bercerita bahwa dia lah yang mengurus semua, mulai Totok memberitahu bahwa dirinya sakit, opname, kemudian meninggal dunia di Rumah Sakit hingga pemberangkatan jenasah Totok ke Klaten.

"Aku ngga ada kenal saudara-saudara Wahyu di Jakarta ini Nald, cuma karena saya anggap almarhum itu adalah kamu, maka saya urus itu semua" kata A'a. Yaahhh...

Thank's A'a, may God bless you...

Selamat jalan sahabatku Wahyu Tanoto...... you are always in memoriam.