Gara-gara resensi seorang Wikimuer mengenai bukuLaskar Pelangi, saya seperti mati langkah. Niat mengebet baca buku habis. Tapi Apa daya. Pertama saya ada di tengah laut, kedua kalaupun saya sampai di daratan Perth maka toko buku macam Dymocs, Borders jelas tidak akan menjual buku karya Andrea Hirata tersebut. Maka untuk memenuhi hasrat yang berkobar, sebuah toko buku online saya pilih.
Maksud hati saat kepulangan ke tanah air buku sudah jleg di depan mata. Halaman depan situs ini bertaburan pujian nan tiada kering, cepat, baru klik pesan, tahu-tahu sudah "jleg"di depan mata sehingga membuat saya Muantabz melakukan pesanan online.
Perlahan saya baca resep memesan. Saya klik Laskar Pelangi harga X rupiah, saya klik Sang Pemimpi Y rupiah, saya klik Edensor Z rupiah. Lalu ketiga petikan ini saya masukkan keranjang belanja.Upacara pesan memesan diakhiri dengan perintah beli.
Situs menjumlah tiga deret sederhana. "Jeglek" yang muncul angka kurang pas. Barangkali persamaan hasil persilangan antara Pitagoras dengan rumus membuat KTP karena menghasilkan X+Y+Z = X+X+X.
Gagal bertransaksi, saya cabut dari situs tersebut lalu setelah surfing kesana kemari entah kenapa kepingin balik ke situs awal. Kelihatannya ada sistem error pada situs tersebut. Kebetulan pikir saya, kalau ada anomali, bakalan ada berita.
Saya nekad memesan tiga buku, bahkan melunasi pembayarannya.
Ada beberapa hari email saya dijawab. Alasannya masih liburan hari Raya. Lalu seorang berinisial "D"menegaskan apa betul saya pesan tiga buku yang sama. Terang saya jawab "Tidak, saya tidak pesan tiga buku yang sama, saya pesan buku jilid 1, Jilid 2 dan Jilid3″
Email dijawab, baik pak, pesanan sudah diperbaiki.
Dua minggu setelah lebaran, terbaca SMS dari toko buku online. Buku akan dikirim besok tanggal sekian.
Takut saya tidak ada di Jakarta (lha saya kan di Bekasi), status Menunggu Cemas saya naikkan menjadi Waspada Menunggu. Ternyata buku yang dijanjikan tidak datang.
Baik kalau begitu, saya SMS kembali, dan dijawab "Maaf Penerbitnya belum kirim Buku" - Inilah hebatnya cara kita berbisnis, mulai dari karyawan tidak masuk pada saat liburan sudah usai, penerbitan yang lelet, segala macam parameter ikut ditimpakan kepada pelanggan. Jangan-jangan bertengkar dengan istri dirumah gara-gara jatah malam tidak diberikan akan mengajak pelanggan menanggung akibatnya.
Kebetulan status saya turunkan menjadi "masa bodoh" alias tidak terlalu memikirkan pemesanan, di Jakarta, sang kurir datang.
"Tolong dicek pak," katanya sambil mengendorkan jaket dan sarung tangan kulitnya.
Sebelum membuka bungkusan bersampul kertas kopi ini, saya meraba ketiga buku. "Saya merasakan ada salah kirim. Mari kita buktikan.."
Bret sampul saya buka. "Buku salah kirim. Saya pesan jilid satu, jilid dua, jilid tiga. Ini semuanya buku jilid satu sebanyak tiga buku" - sebab warna buku, ketebalan, dan judulnya sama "Laskar Pelangi."
Kurir keukueh dengan mengatakan memang ada buku dengan ketebalan dan cover sama, tetapi isinya berbeda Pak. Maka kali ini buku dibedah.
Bab I bertajuk Sepuluh Murid Baru.
Buku lainnya saya buka dan Bab I dengan tajuk serupa saya pelototkan di depan kurir.
Kali ini dia menyadari pendapatnya digugurkan.
"Saya kan cuma kurir pak! Jauh juga ya pak dari Jatinegara ke Grogol" - keluar ilmu simpanannya. Kata sakti yang bisa berarti sudah jauh dikirim masak dikembalikan, kasian dong kepada kurir yang sudah buang bensin dan waktu, maklum lebaran belum lama, pegawai masih mengantuk.
Lalu saya tanda tangani formulir berita acara, bahkan masih ada pesan khusus. Bila anda puas dengan pelayanan kami, silakan kirim testimonial ke email addres xxxxgmail.
Dan sekalipun ongkos kirim sudah tertulis 0000, maka seperti biasa saya memberikan uang puas sekedarnya. Maka sekaligus melegitimasi kesalahan dimaafkan.
Kapokkah saya dengan toko buku yang ternyata super lelet dan super salah ini. Tidak.
Saya masih kirim SMS, saya pesan Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov, tapi tidak pakai salah, tidak pakai lama.
Siapa tahu bisa bikin cerita aneh lagi.
Mimbar Saputro
to upnvy@yahoogroups.com
date
30 Oct 2007 13:14
subject
[upnvy] Pesan Trilogi dapat Triplex
signed-by
yahoogroups.com
mailed-by
returns.groups.yahoo.com
Pesan Trilogi dapat Triplex
1 JAM
Kiriman dari milis upnvy.
----- Original Message -----
From: Mikha Umar
To: mailto:upnvy@yahoogroups.com
Sent: Thursday, November 01, 2007 11:46 AM
Subject: [upnvy] 1 jam
Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya,"Ayah, bisakah seseorang melewati seumur hidupnya tanpa berbuat dosa?"
Ayahnya menjawab sambil tersenyum : "tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup setahun tanpa berbuat dosa?" tanyanya lagi. Ayahnya berkata: "tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sebulan tanpa berbuat dosa?"Lagi-lagi ayahnya berkata : "Tak mungkin, nak."
"Bisakah seseorang hidup sehari saja tanpa berbuat dosa?" gadis kecil itu bertanya lagi.
Ayahnya mengernyitkan dahi dan berpikir keras untuk menjawab: "mm.....mungkin bisa, nak."
"Lalu.... bisakah seseorang hidup satu jam tanpa dosa? tanpa berbuat jahat untuk beberapa saat, hanya waktu demi waktu saja, yah? Bisakah?"
Ayahnya tertawa dan berkata : "Nah, kalau itu pasti bisa, nak."
Gadis kecil itu tersenyum lega dan berkata :
"Kalau begitu ayah,
aku mau memperhatikan hidupku jam demi jam,
waktu demi waktu,
momen demi momen,
supaya aku bisa belajar tidak berbuat dosa.
Kurasa hidup jam demi jam lebih mudah dijalani, ya?"
GBU
Minyak834] Fw: [upnvy] 1 jamStandard HeaderFull Message View
Rizal pku gmail
AddFriday, November 2, 2007 9:24:40 AM
To:Minyak834@yahoogroups.com
Komentar:
bagus sekali tulisan ini...
kang cep
cecep sugiyanto< cecepsugiyanto@yahoo.com>
.............................................................................................
Betul. setuju, bagus ini.
Wassalam,
Hendratmoko (Hendi)
PT. FPS Indonesia - Jakarta Office
(Group Members of Famous Pacific Shipping)
Phone : 6221-6906586 Fax : 6221-6907403 Mobile : 62-811980399
Email : hendratmoko@fpsindonesia.co.id
Home Page: www.fpsindonesia.co.id
Delapan Jam Di Perbatasan Entikong - Tebedu
Sekali waktu di terminal keberangkatan luar negeribandara Soekarno-Hatta. Selesai tas jinjing disinar-X,rupanya petugas imigrasi tahu kalau di dalamnya adatumpukan uang lima-puluh ribuan. Tanpa basa-basi,dengan senyum cengengesan di depan orang lain, pakpetugas nembung (minta ijin) : ”Boleh ditinggal satulembarannya, Pak?” (maksudnya lembaran uang lima puluhribuan tentu). Terkejut juga saya didadak permintaanpak petugas imigrasi ini. Sama sekali tidak mendugabakal ditanya seperti itu. Dengan cepat saya jawab (maksudnya berkelit) : ”Wah, maaf pak. Itu uangtitpan”, sambil saya ngeloyor pergi. Maksudnya,titipan dari istri untuk beli oleh-oleh.Sekali yang lain di terminal keberangkatan luar negeribandara Ngurah Rai. Saya siapkan uang tiga juta rupiahuntuk membayar fiskal 3 orang, yaitu saya, istri dananak pertama yang umurnya sudah diatas 12 tahun.Rupanya petugas imigrasi penjual fiskal cukup berbaikhati memberi saran. ”Kalau bapak mau, anak bapak cukupbayar lima ratus ribu saja, nanti anaknya saya anggapmasih di bawah 12 tahun. Lumayan hemat, pak”.Kata-kata ”lumayan” ini cukup menggoyahkan pikiranlurus saya. Dengan cepat saya lakukan mencongak(menghitung di pikiran), lima ratus ribu rupiah (IDR)adalah sekitar seratus dollar Australia (AUD).Celakanya kok ya saya ikuti juga pikiran bengkokdengan menerima tawarannya. Ya, gara-gara fakor”lumayan” itu tadi.... Setelah itu baru saya menyesalsetengah mampus telah turut ambil bagian dalam tindaktak terpuji. ***
Hari masih pagi ketika saya tiba di perbatasan Entikong – Tebedu, Kalimantan Barat, setelah menempuhperjalanan lebih 6 jam dari Pontianak dengan bis\non-eksekutif. Menjelang jam 7 pagi, gerbang perbatasan sudah mulai ramai oleh para pelintas batas yang berurusan dengan petugas imigrasi. Masing-masing orang sudah siap dengan paspor di tangan. Juga saya. Giliran paspor saya diperiksa, agak lama pak petugas membolak-balik paspor. Spontan saya menduga, pasti ada yang tidak beres. Inilah pertama kali saya menggunakan paspor sejak terakhir kali pulang dari mancanegara nempat tahun yang lalu melalui bandara Ngurah Rai. Ada apa gerangan? Entah kenapa, dan saya sendiri juga baru ngeh.....Rupanya ketika masuk ke Denpasar empat tahun yang lalu, petugas imigrasi di sana waktu itu tidak mengambil kartu kedatangan yang disteples di paspor dan lupa tidak memberi cap stempel kedatangan. Dengan kata lain, selama empat tahun ini status kependudukan saya, menurut hukum keimigrasian, saya dianggap masih bergentayangan di luar Indonesia. Maka petugas imigrasi Entikong pun bingung. Lha, wong ”masih berada” di luar negeri kok ujuk-ujuk minta ijin menyeberang ke luar negeri. Saya lalu dipertemukan dengan seorang atasan di kantor imigrasi Entikong. Mulanya saya pikir ini hanya soal fulus bin duit. Rupanya, kasus saya dinilai tergolong pelik. Pihak imigrasi Entikong dengan tegas mengatakan tidak bisa membantu, karena resikonya tergolong berat. Kalau saja waktu itu saya masuk kembali ke Indonesia melalui Entikong, kemungkinan besar masih bisa diakalin. Akan tetapi karena saya masuknya melalui Denpasar, maka harus ada stempel kedatangan dari imigrasi Ngurah Rai, baru paspor saya bisa digunakan kembali. Intinya, saya tidak bisa meninggalkan Indonesia. Sementara teman seperjalanan saya dari Yogya bisa langsung melanjutkan perjalanan ke kota Kuching, ibukota negara bagian Serawak, Malaysia. Weleh-weleh..... dheleg-dheleg saya....... Masak harus ke Denpasar dulu..... Sambil duduk termangu dan pesan kopi di kantin Indonesia (maksudnya kantin yang berada",1]);//-->eksekutif. Menjelang jam 7 pagi, gerbang perbatasansudah mulai ramai oleh para pelintas batas yangberurusan dengan petugas imigrasi. Masing-masing orangsudah siap dengan paspor di tangan. Juga saya. Giliranpaspor saya diperiksa, agak lama pak petugasmembolak-balik paspor. Spontan saya menduga, pasti adayang tidak beres. Inilah pertama kali saya menggunakanpaspor sejak terakhir kali pulang dari mancanegaraempat tahun yang lalu melalui bandara Ngurah Rai. Adaapa gerangan?Entah kenapa, dan saya sendiri juga baru ngeh.....Rupanya ketika masuk ke Denpasar empat tahun yanglalu, petugas imigrasi di sana waktu itu tidakmengambil kartu kedatangan yang disteples di paspordan lupa tidak memberi cap stempel kedatangan. Dengankata lain, selama empat tahun ini status kependudukansaya, menurut hukum keimigrasian, saya dianggap masihbergentayangan di luar Indonesia. Maka petugasimigrasi Entikong pun bingung. Lha, wong ”masihberada” di luar negeri kok ujuk-ujuk minta ijinmenyeberang ke luar negeri. Saya lalu dipertemukan dengan seorang atasan di kantorimigrasi Entikong. Mulanya saya pikir ini hanya soalfulus bin duit. Rupanya, kasus saya dinilai tergolongpelik. Pihak imigrasi Entikong dengan tegas mengatakantidak bisa membantu, karena resikonya tergolong berat.Kalau saja waktu itu saya masuk kembali ke Indonesiamelalui Entikong, kemungkinan besar masih bisadiakalin. Akan tetapi karena saya masuknya melaluiDenpasar, maka harus ada stempel kedatangan dariimigrasi Ngurah Rai, baru paspor saya bisa digunakankembali. Intinya, saya tidak bisa meninggalkanIndonesia. Sementara teman seperjalanan saya dariYogya bisa langsung melanjutkan perjalanan ke kotaKuching, ibukota negara bagian Serawak, Malaysia.Weleh-weleh..... dheleg-dheleg saya....... Masak haruske Denpasar dulu..... Sambil duduk termangu dan pesankopi di kantin Indonesia (maksudnya kantin yang berada
di wilayah Indonesia, sebab nanti ada kantin yangberada di wilayah Malaysia), saya mencoba merenungkankejadian yang saya alami pagi itu. Seprana-seprene...., ya baru kali inilah saya paham narti pentingnya stempel keimigrasian yang dicapkan di paspor. Mencoba tidak menyerah. Setelah menghubungi relasi yang berada di Kuching, yang mengundang untuk ketemu di sana siang itu, saya ceritakan apa yang terjadi. Pendek cerita, entah bagaimana hubungan-hubungannya saya tidak tahu, kemudian saya diminta menemui seorang petinggi imigresyen Malaysia di Tebedu (seberangnya Entikong). Saya pun melenggang melintasi gerbang perbatasan, karena seorang Bapak bertubuh gemuk dan memakai baju batik (begitu ciri-ciri orang yang harus saya temui) sudah menunggu di wilayah Malaysia. Sekali lagi saya ceritakan apa yang terjadi. Bapak pejabat imigrasi Malaysia itu pun berjanji akan mencarikan penyelesaian atas masalah paspor saya. Katanya, Malaysia welcome terhadap kedatangan saya, tapi masalahnya ada di imigrasi Indonesia. Beliau berjanji akan segera membicarakannya dengan pihak imigrasi Indonesia. Dengan ramah saya diminta menunggu di kantin Malaysia, dan tidak lupa saya disangoni (dibekali) uang 20 ringgit. Sungguh surprise....Bukannya dimintai uang malah diberi uang saku. Agaknya beliau tahu bahwa tidak ada gunanya saya berada di kantin Malaysia kalau saya tidak pegang uang Malaysia, wong di sana mbayar-nya pakai ringgit. Sejam, dua jam, saya masih sabar menanti pejabat imigrasi Indonesia yang katanya mau menemui saya. Tiga jam, empat jam, saya mulai pesimis. Lima jam, enam jam, saya mulai ngantuk dan baiknya saya lupakan saja untuk memperoleh ijin keluar dari Indonesia (meskipun faktanya saya sudah nongkrong di kantin Malaysia) karena saya mulai yakin bahwa upaya Bapak pejabat imigrasi Malaysia itu tidak berhasil. Soal lama menunggu tanpa kepastian rasanya saya cukup",1]
);//-->di wilayah Indonesia, sebab nanti ada kantin yangberada di wilayah Malaysia), saya mencoba merenungkankejadian yang saya alami pagi itu. Seprana-seprene...., ya baru kali inilah saya pahamarti pentingnya stempel keimigrasian yang dicapkan dipaspor. Mencoba tidak menyerah. Setelah menghubungi relasiyang berada di Kuching, yang mengundang untuk ketemudi sana siang itu, saya ceritakan apa yang terjadi.Pendek cerita, entah bagaimana hubungan-hubungannya saya tidak tahu, kemudian saya diminta menemui seorangpetinggi imigresyen Malaysia di Tebedu (seberangnyaEntikong). Saya pun melenggang melintasi gerbangperbatasan, karena seorang Bapak bertubuh gemuk danmemakai baju batik (begitu ciri-ciri orang yang harussaya temui) sudah menunggu di wilayah Malaysia. Sekalilagi saya ceritakan apa yang terjadi.Bapak pejabat imigrasi Malaysia itu pun berjanji akanmencarikan penyelesaian atas masalah paspor saya.Katanya, Malaysia welcome terhadap kedatangan saya,tapi masalahnya ada di imigrasi Indonesia. Beliauberjanji akan segera membicarakannya dengan pihakimigrasi Indonesia. Dengan ramah saya diminta menunggudi kantin Malaysia, dan tidak lupa saya disangoni(dibekali) uang 20 ringgit. Sungguh surprise....Bukannya dimintai uang malah diberi uang saku. Agaknyabeliau tahu bahwa tidak ada gunanya saya berada dikantin Malaysia kalau saya tidak pegang uang Malaysia,wong di sana mbayar-nya pakai ringgit.Sejam, dua jam, saya masih sabar menanti pejabatimigrasi Indonesia yang katanya mau menemui saya. Tigajam, empat jam, saya mulai pesimis. Lima jam, enamjam, saya mulai ngantuk dan baiknya saya lupakan sajauntuk memperoleh ijin keluar dari Indonesia (meskipunfaktanya saya sudah nongkrong di kantin Malaysia)karena saya mulai yakin bahwa upaya Bapak pejabatimigrasi Malaysia itu tidak berhasil.Soal lama menunggu tanpa kepastian rasanya saya cukup
berpengalaman, kesalnya. Tapi menunggu dengan tanpa bisa berkomunikasi sungguh membuat geram. Pasalnya,ponsel saya (yang tidak ada kameranya) ternyata habis baterei, charger tidak terbawa, orang di kantin sekitarnya tidak ada yang punya charger. Alamak....! Mau saya tinggal pergi, iya kalau relasi saya datang bagaimana? Mau menunggu terus, sampai jam berapa? Mencoba mengisi waktu dengan membuka laptop, lha kok ndilalah batereinya juga habis. Mau dicolokkan ke listrik kantin ternyata kabel charger kurang poanjang.Ugh....!Kebetulan ada seorang penjual jasa penukaran uang yang lagi makan di kantin, kebetulan juga punya HP yang mereknya sama dengan HP saya. Sejurus kemudian saya memberanikan diri meminjam ponselnya dan saya jelaskan bahwa saya akan menggunakan kartu chip ponsel saya sendiri, dengan cara memindahkannya. Setidak-tidaknya dia tidak rugi pulsa. Maka berkat jasa baik pedagang valas liar itulah akhirnya saya bisa menghubungi relasi di Kuching. Akhirnya teman dan relasi saya datang bermaksud menjemput. Sekali lagi akan diupayakan untuk deal dengan pihak imigrasi Indonesia di Entikong. Relasi saya masih yakin bahwa ini hanya soal fulus bin duit. Tapi rupanya keputusan memang sudah final, bahwa masalah paspor saya tergolong masalah rumit yang tak seorangpun petugas imigrasi Indonesia di sana berani membuat ”terobosan”. Ya sudah. Teman dan relasi saya melanjutkan perjalanan sesuai rencana, saya pun segera mengejar bis terakhir yang kembali menuju ke Pontianak. Delapan jam di perbatasan Entikong – Tebedu yang sangat membosankan, seperti orang hilang. Padahal ya tidak ngapa-ngapain, kecuali menunggu, makan, minum, udut, sambil ngantuk-ngantuk... Tapi seorang bapak gemuk berbaju batik petinggi imigresyen Malaysia tadi telah mengajarkan saya tentang bagaimana kita perduli pada kesulitan yang sedang dihadapi orang lain, dan orang lain itu bukan siapa-siapanya..... ",1]);//-->berpengalaman, kesalnya.
Tapi menunggu dengan tanpa bisa berkomunikasi sungguh membuat geram. Pasalnya,ponsel saya (yang tidak ada kameranya) ternyata habis baterei, charger tidak terbawa, orang di kantinsekitarnya tidak ada yang punya charger. Alamak....!Mau saya tinggal pergi, iya kalau relasi saya datangbagaimana? Mau menunggu terus, sampai jam berapa?Mencoba mengisi waktu dengan membuka laptop, lha kokndilalah batereinya juga habis. Mau dicolokkan kelistrik kantin ternyata kabel charger kurang poanjang.Ugh....!Kebetulan ada seorang penjual jasa penukaran uang yanglagi makan di kantin, kebetulan juga punya HP yangmereknya sama dengan HP saya. Sejurus kemudian sayamemberanikan diri meminjam ponselnya dan saya jelaskanbahwa saya akan menggunakan kartu chip ponsel sayasendiri, dengan cara memindahkannya. Setidak-tidaknyadia tidak rugi pulsa. Maka berkat jasa baik pedagangvalas liar itulah akhirnya saya bisa menghubungirelasi di Kuching.Akhirnya teman dan relasi saya datang bermaksudmenjemput. Sekali lagi akan diupayakan untuk dealdengan pihak imigrasi Indonesia di Entikong. Relasisaya masih yakin bahwa ini hanya soal fulus bin duit.Tapi rupanya keputusan memang sudah final, bahwamasalah paspor saya tergolong masalah rumit yang takseorangpun petugas imigrasi Indonesia di sana beranimembuat ”terobosan”. Ya sudah. Teman dan relasi saya melanjutkan perjalanansesuai rencana, saya pun segera mengejar bis terakhiryang kembali menuju ke Pontianak. Delapan jam di perbatasan Entikong – Tebedu yangsangat membosankan, seperti orang hilang. Padahal yatidak ngapa-ngapain, kecuali menunggu, makan, minum,udut, sambil ngantuk-ngantuk... Tapi seorang bapakgemuk berbaju batik petinggi imigresyen Malaysia taditelah mengajarkan saya tentang bagaimana kita perdulipada kesulitan yang sedang dihadapi orang lain, danorang lain itu bukan siapa-siapanya.....
Yogyakarta, 28 Oktober 2007.
Yusuf Iskandar
"http://groups.yahoo.com/group/upnvy
IN MEMORIAM (II): Pak Soen
Dalam petikan Surat Pengangkatan saya sebagai Dosen Luar Biasa di Jurusan Teknik Perminyakan UPN “VETERAN” Yogayakarta (d/h Fakultas) tahun 1991, tercantum bahwa salah satu mata kuliah yang saya diberi kewenangan untuk mengajar adalah: “Manajemen Industri Minyak & Gasbumi dan Geothermal”.
Pertama sekali saya mengenal almarhum bapak Soentoro,MEng, di kampus UPN Ketandan, kemudian beliau mengundang saya untuk datang ke kediamannya di Mess UPN “VETERAN” Jl. Timoho.
Ketika itu beliau belum lama pensiun dari PN. PERTAMINA dengan jabatan terakhir sbg Direktur Muda EP di PN.PERTAMINA (nulisnya harus huruf besar semua, kata beliau).
Keluarganya masih tinggal di komplek PERTAMINA di daerah Jl. Pemuda, Jakarta Timur, makanya kalau ke Yogya beliau akan menginap di Mess UPN tersebut.
Malam-malam saya datang mengunjungi beliau bersama seorang teman mahasiswa TM-UPN, kemudian beliau bercerita panjang lebar tentang pengalamannya selama bekerja di PN.PERTAMINA. Juga mengenai tawaran-tawaran yang banyak sekali diajukan kepada beliau, menjelang pensiun, dari berbagai instansi/perusahaan asing maupun nasional untuk menjadi konsultan atau pun tenaga pengajar/dosen.
Beliau akhirnya memutuskan untuk menjadi Dosen di Jurusan Teknik Perminyakan UPN “VETERAN” Yogyakarta karena berasumsi bahwa beliau dapat berperan lebih optimal di UPN. Baik karena pengalaman, jabatan maupun akses yang beliau miliki ke berbagai institusi yang terkait dengan industri Minyak & Gasbumi nasional maupun internasional.
Saya merasakan, malam itu, bahwa chemistry kami sama.
Kemudian saya menanyakan kepada beliau, kira-kira dalam hal apa saya dapat membantu beliau untuk mata kuliah yang diajarkannya di atas. Di Jurusan Teknik Perminyakan ITB, ketika itu, mata kuliah tersebut diberi nama “Field Management.”
“Saya nggak ngerti, apa saya ini bodoh atau bagaimana,” kata pak Soen, “kok begitu banyak mahasiswa yang tidak lulus pada mata kuliah ini.” sambungnya.
“Kok bisa sampai beberapa angkatan mahasiswa yang mengulang mengambil mata kuliah ini.”
Kemudian saya tanya,”Pak sebenarnya yang mau bapak sampaikan kepada mahasiswa dalam mata kuliah itu intinya apa?”
Lalu beliau mengeluarkan setumpuk bundelan berisi UUD’45,Undang-Undang ttg PN.PERTAMINA, Peraturan Pemerintah, Keppres-Keppres, Peraturan dibidang Minyak dan Gasbumi, Textbooks... dlsb…dlsb…..
“Ooo…batin saya, mahfum,” sejak mahasiswa di ITB saya sudah membiasakan diri untuk membaca dan menulis, jadi saya dapat menangkap langsung inti persoalannya.
Beliau lebih banyak belajar dari pengalaman (Learning by Doing) bukan berlatar belakang dari mahasiswa S-1 yang kemudian jadi dosen profesional yang dapat menyusun Diktat atau Silabus kuliah secara terstruktur: jelas teori2nya, runtut, rinci , teratur sesuai SKS nya, dengan rujukan-rujukan atau referensi dari tulisan pakar-pakar di bidang industri Migas.
Tapi beliau sangat menguasai ilmu dan teori-teori Manajemen dan Kepemimpinan.
Ya…menurut saya beliau lebih menonjol dalam hal Leadership, sebagai pemimpin dan seorang Manager Oil Company yang handal, berani dan tegas.
Juga sebagai seorang Pandu; beliau senang, aktif dan menikmati dunia Kepramukaan.
Kesimpulan pertemuan kami malam itu, saya diberi kewenangan untuk mengajar di depan kelas dan membantu beliau dalam menyusun silabus mata kuliah Manajemen Industri Minyak & Gasbumi dan Geothermal, juga diktatnya.
Besoknya adalah hari pertama saya mengikuti beliau di kelas, saya lebih berperan sebagai Asrot (Asisten Sorot) dan pendengar yang baik. Beliau lebih banyak mengutip dan mengupas teori-teori manajemen, kemudian bercerita tentang penerapannya dengan ilustrasi pengalaman beliau ketika diberi kepercayaan oleh pemerintah RI untuk mengambil alih lapangan-lapangan minyak milik STANVAC (Belanda) di Sumatera Selatan (sekarang dikelola oleh Medco Energi).
Selanjutnya beliau lebih banyak berinteraksi, dengan mahasiswa yang hadir, dengan menanyakan kampung halaman masing-masing mahasiswa.
Hampir seluruh tempat asal mahasiswa yang ditanyainya beliau tahu persis tempat itu, bahkan makanan khas dan tempat-tempat makanan enak di daerah yang disebut para mahasiswa yang ditanya beliau lebih tahu dari sang mahasiswa sendiri.
Maklum…, bertahun-tahun sebagai pejabat tinggi PN.PERTAMINA.
Kesan saya waktu itu…, sama seperti pengalaman ketika pertama sekali saya berdiri di depan kelas mengajar mata kuliah Mekanisme Reservoir, saya membatin,” saya ini mengajar di Fakultas Teknik Perminyakan atau di Fakultas Hukum yah..… kok mahasiswanya banyak sekali…?”
Selama saya di UPN “VETERAN” Yogyakarta, kontribusi almarhum pak Soen yang terbesar bagi Jurusan Teknik Perminyakan ketika itu, yang saya garis bawahi adalah ketika saya dan bpk. Ir.HR. Soekotjo mengeluh kepada beliau tentang banyaknya mahasiswa yang belum melakukan Kerja Praktek dan Tugas Akhir karena jatah dari PERTAMINA dan Oil Company untuk mahasiswa TM-UPN melakukan kedua kewajiban akademis tersebut sangat kecil dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang belum dapat jatah ketika itu, numpuk.
Tidak lama setelah itu, kami membawa ratusan mahasiswa TM-UPN ke PERTAMINA Cirebon. Kedatangan ratusan mahasiswa waktu itu tidak terlalu merepotkan pejabat, staf dan karyawan PERTAMINA di Klayan, Cirebon.
Yang merepotkan mereka adalah karena pak Soen datang langsung; mengenakan dasi pramuka.
Karena beliau mantan PU (Pemimpin Umum) PERTAMINA EP III Cirebon, “terpaksa” seluruh pimpinan dan staff EP III yang ada waktu mendatangi beliau untuk menyambangi dan bersalaman dengan Bapak Buah nya.
Besoknya, sementara para mahasiswa kembali ke Yogyakarta, saya dengan beliau naik KA.Gunung Jati tujuan Jakarta, di tempat bagasi di atas tempat duduk kami saya lihat sudah tersedia lengkap beberapa kotak berisi berbagai oleh-oleh khas Cirebon yang diantar oleh mantan Anak Buah pak Soen.
Kami diantar hingga kami duduk dengan sempurna dan nyaman pada kursi sesuai dengan nomor yang tertera di tiket ……….di Kelas Eksekutif.
Komentar:
Bang Ronald,
Satu hal yang membuat saya teringat, beliau beserta ibu satu - satunya dosen NGU - PE - EN yang hadir di hari pernikahan saya tahun 1993 di dampingi teman kita sdr. Bowo Ganewanto, Nadhifin.
Semua ilmu beliau saat ini memang kita terapkan namun belum satupun muridnya yang menirunya, kalau kedudukan barangkali sudah banyak yang melebihi beliau.
Istilah beliau masih menggema "MEOK", "ADIBIBEBA", "MANGKUS"
Simposium kita di kala jaman penjajahan pendidikan NGU PE EN back up oleh beliau dan Mas Mu'in
Okeylah,
Selamat Jalan P. Soen, pengabdianmu kepada kami akan kami kenang sepanjang masa,....... ....
rgrds,
Pandu Antariksa
Minyak834@yahoogroups.com
31 Oktober 2007
3:03:56 AM
Moga2 Mas Kotjo cepat sembuh ya...Tolong kabar-kabari dech...
Kaya'nya Account tunggal buat sumbangan makin perlu. Problem orang2 seperti saya yang diluar biasanya minta tolong keluarga di Indonesia untuk transfer. Tapi kalau setiap kasih berita, no-nya ganti2 agak pusing juga yang di titipin...
Kedua, ngga' semua orang saya kenal (dengan baik). Apalagi kalau angkatan diluar 83-84. Totok aja protes kalau saya ternyata lupa julukan-nya (sorry yo...). Kalau mau transfer uang walaupun sedikit ke orang yg ngga' kenal kok agak ngga' sreg..ya..
Demikian komentar saya...
ZengSoe - biasanya orang Indonesia kalau diem aja berarti ok (Silence is golden...) Jadi kasih dateline aja...Bulan Syawal udah mo abis kaya'nya....
Wassalam,
Eka C
BP America,Houston,TX
On 11/1/07, Tio Hartato <mailto:tio_hartato@yahoo.co.id> wrote:
Ed, kelihatannya nanti pada waktu acara halal bi halal di Pekanbaru bisa di kumpul juga untuk meringankan mas koco walaupun saat ini sudah menjalani Operasi di rumah sakit harapan kita dan berhasil yang aku baca dari email kawan2.
mungkin kalau lewat transfer hanya kecil jadi ragu2 transfer tapi kalau di kumpul pada saat kita bertemu khan jadi banyak lalu di transfer ke Koordinator disana yaitu Donny.
Biar kelihatan besar ed, itu pandangan aku Ed dan saat ini mas Koco apa masih ada di rumah sakit? kita perlu tahu perkembangannya sampai kapan dan kalau ada yang personal kirim kesana terlebih dahulu ya nggak apa2.
Tolong diingatkan kembali pertemuan kita untuk halal bi halal tersebut, kayaknya aku belum dapat email untuk acara halal bi halal nya ED.
Wassalam,
Totok"Soeswanto, Edy (edysoes)" <mailto:edysoes@chevron.com> wrote:
forwarding message..
From: Sales [mailto:mailto:Sales@Istakala.com] Sent: Wednesday, October 31, 2007 5:50 PM To: mailto:Minyak834@yahoogroups.comCc: Soeswanto, Edy (edysoes); mailto:broedy86@yahoo.comSubject: Dosen tersayang kita sakit ( Mas KOCO)
Dear Alumni TM – UPN dimanapun anda berada
Just kabar-kabar, bahwa dosen tersayang kita saat ini di ruang perawatan RS Harapan Kita Kamar 509 setelah menjalani pemasangan Ring di Pembuluh AORTA Jantung nya… ( karena ditemukan adanya gangguan jantung… beberapa pembuluhnya bumpet)
Seandainya rekan-rekan semua ada yang berkenan untuk meringankan beban biaya Pasca Operasinya ( saweran se ikhlasnya ) bisa di transfer ke rekening BCA no. 455.104.5221 a/n SUDARMONO DJOKO NUGROHO dan… mohon saya diberitahu melalui milis ini juga bilamana temen2 sudah melakukan transfer ke rekening saya tersebut.
Untuk keterbukaan pembukuan, hasil saweran temen2 akan saya laporkan melalui milis ini .
Nomer HP Mas KOCO yang bisa dihubungi : +62.815.685. 2452.
Saya tunggu partisipasi rekan2 semuanya
Salam Ketandan, Tambakbayan … Babarsari (Ex TM' 81)
SUDARMONO D. NUGROHO
Business Development Manager
============ ========= ==
PT. ISTANA KARANG LAUT
Plaza City View, 4th Floor
Jl. Kemang Timur No. 22
Jakarta 12510
INDONESIA
Phone : +62.21.718 2018
Fax : +62.21.718 1988
Email : mailto:busdev@istakala.com
============ ========
Konco-konco. ..
Sebagai informasi tambahan kemarin telah diserahkan sejumlah Rp. 4.350.000. Terimakasih atas partisipasinya.
/budhi
----- Original Message ----From: Budhy Nurpasha
Dear Alumni TM UPN..
Alhamdullilah mas Kotjo selasa sore tgl 30 Oct 2007 jam 18.00-20.00 PM telah sukses menjalani operasi jantung (2 buah ring). Sore kemarin Rabu 31 Oct 2007, kita sudah ketemu beliau dan kondisi beliau sangat baik dan mengucapkan terima kasih atas perhatian dan doanya teman-teman semua.
Beliau sekarang ada di kamar 509 (gedung 2, lantai lima) RS Harapan Kita, rencana akan kembali ke rumah secepatnya, setelah melaksanakan beberapa test pasca operasi hari ini.
Bagi rekan-rekan yang belum dan masih berkenan untuk menyambung tali kasih, transfer masih bisa kita terima kepada Saudara Momon-TM81. :
Bank BCA.
a/n SUDARMONO DJOKO NUGROHO
a/c no. 455.104.5221.
HP Momon : 0811 887 662
HP Budhi : 0811 822 057
PENTING : MOHON SMS jumlah pengiriman pada saat transfer selesai.
kind regards
Budhi