BLOG

· ~Mas Kopdang~

Nasionalisasi Kopidangdut

Nasionalisasi. Mantra putus asa bangsa tak berdaya.

Nasionalisasi ExxonMobil

Nasionalisasi Chevron

Nasionalisasi Royal Dutch Shell

Keuntungannya untuk Subsidi BBM

Saya melihat tulisan itu pada potongan kardus yang dijadikan alas poster. Pada kertas yang ditempel pada jerigen kosong yang terikat pada karet. Situasi yang menggambarkan sebuah unjuk rasa. Kesemuanya itu saya lihat pada halaman pertama Koran Jakarta (yang hingga 28 Juli masih Rp1000 itu).

Nasionalisasi. Menurut KBBI Daring (online) adalah:

na·si·o·na·li·sa·si n proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu, terutama milik asing menjadi milik bangsa atau negara, biasanya diikuti dng penggantian yg merupakan kompensasi: Pemerintah melakukan — thd perusahaan asing;
me·na·si·o·na·li·sa·si v melakukan tindakan nasionalisasi; menjadikan sesuatu menjadi milik bangsa dan negara: tindakan pertama pemerintah baru adalah ~ bank-bank asing;
me·na·si·o·na·li·sa·si·kan v menasionalisasi

Maka ingatlah saya pada PP 13 Tahun 1960 yang dikeluarkan tanggal 23 maret 1960 yang menentukan perusahaan bank di Indonesia milik Belanda yang dikenakan nasionalisasi.

PT Escomptobank. Nederlandschindische Es compto cikal bakal BDN. Bank Dagang Negara yang akhirnya menjelma menjadi Bank Mandiri, bersama-sama dengan Bank Exim, Bank Bapindo dan Bank Bumi Daya. Merupakan salah satu perusahaan asing yang dinasionalisasi oleh Soekarno.

Diawali dengan Pasal 5 ayat (2) dan pasal II dari Aturan peralihan UUD’45 yang kemudian diterbitkanlah UU No.86 tahun 1958 (Lembaran Negara 1958 No.162) tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda, dan untuk melaksanakannya diterbitkan Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1959 (Lembaran Negara 1959 No.6, tambahan Lembaran Negara No.19731) tentang Pembentukan Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Serta adanya Surat dari Menteri Pertama tanggal 22 Maret 1960 No.6879/60, maka Nasionalisasi Perusahaan Belanda barulah dimulai….

Untuk menasionalisasi sebuah perusahaan asing dibutuhkan legalitas yang saling melengkapi dan menghindari kesan kesewenang-wenangan. Sehingga yang muncul adalah bukan semata-mata “pencaplokkan” namun sekadar “peralihan pemilik”.

Sebagai contoh Escompto bank yang menjadi BDN, untuk menjadi milik pemerintah dibutuhkan waktu kurang lebih 27 tahun (dari tahun 1960-sampai 1987) hingga dianggap tuntas.

Dibutuhkan pembuatan UU No.13 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 2865) dan dilengkapi dengan Keputusan residen Nomor 183 tahun 1968 untuk mengeluarkan Keppres No. 57 Tahun 1971 yang menetapkan pengelolaan terhadap efek-efek (saham) yang disimpan sebelum dan sesudah Perang dunia Kedua pada bank-bank di dalam dan diluar negeri, baik milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah ataupun milik dari dana-dana yang pengurusannya tidak ada atau tidak jelas lagi dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lebih lanjut yang diatur dalam Keppres ini.

Bahkan pada tahun 1974, melalui Keppres (Keputusan Presiden) No. 53 Tahun 1974 tentang Pelaksanaan Penyelesaian Persoalan Efek-efek antara pemerintah RI dan pemerintah kerajaan Belanda, diatur kembali secara lebih detil, mana-mana saja saham dan perusahaan yang telah dinasionalisasi yang dapat diurus penggantian hak kepemilikannya oleh pemerintah melalui Menteri Keuangan. Waktu itu, 1 Nederlandsch Indische Courant (f.1) sama dengan Rp.1,-.

Atas dasar itu Bank Indonesia membuat iklan di harian-surat kabar seperti Sinar Harapan, terbitan tanggal 19 April 1974 yang isinya menyatakan bahwa:

Pada Bank Indonesia, BNI 46, BDN, BBD, Bank Exim terdapat sejumlah efek yang alamat pemiliknya tidak jelas/ tidak diketahui lagi.

Oleh karenanya para pemilik efek dapat memperoleh kembali efek tersebut dengan cara “mengajukan surat permohonan pembebasan efek-efek yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan” disertai copy bukti otentik.

Bila hingga tahun 1987 tidak ada yang mengajukan diri sebagai pemilik efek, maka efek dimaksud dinyatakan milik Negara.

Iklan tersebut diulang lagi dengan isi yang sama persis pada tanggal 24 November 1975 di harian terkemuka seperti KOMPAS.

Dan akhirnya, Menteri Keuangan pada tahun 1986 (setahun sebelum penutupan kesempatan peralihan efek) mengeluarkan pengumuman nomor Peng-11/MK.011/1986 tentang Pelaksanaan Penyelesaian persoalan efek-efek antara pemerintah RI dan pemerintah Belanda.

Isinya menyatakan bahwa 1987 adalah tahun kadaluwarsa atas efek-efek perusahaan Belanda yang telah dinasionalisasi, sehingga setahun sebelum kadaluwarsa, masih ada kesempatan untuk menghubungi bank Indonesia sebagai pihak penata usaha dan masih dapat mengajukan permohonan pembayaran kepada Mentyeri Keuangan cq. Panitia Pelaksanaan Keppres No.57/1971 dan Keppres no.53/1974. Dengan alamat waktu itu di bagian Pengembangan Pasar Uang (Bank Indonesia) Jalan Pintu Besar Utara No.3 Jakarta Kota.

Permohonan tersebut paling lambat sampai pada tanggal 31 Agustus 1987.

Apa yang ingin saya sampaikan adalah, bahwa..berdasarkan data sejarah tersebut, nasionalisasi sebuah perusahaan asing bukanlah barang mudah yang dapat dilakukan seperti membalikkan punggung paus! Namun jauh lebih rumit dan membutuhkan konsistensi kebijakan dan waktu yang panjang.

Malakukan nasionalisasi bukanlah mengambil kepemilikan tanpa memberikan kompensasi. Justru nasionalisasi berarti sekadar mengganti pemilik, namun tetap memberikan hak kepada pemilik lama.

Lalu, mampukah negara kopidangdut ini membeli exxonmobil, chevron, dan shell..?

Karena perusahaan itu, bukanlah pampasan perang. Karena perusahaan itu, bukanlah warisan Gadjah Mada, Minak Djinggo maupun Mbah Maridjan….

Mas Kopdang, nama “panggung” Bambang Kopdang Diredjono.

9 Tanggapan ke “Nasionalisasi Kopidangdut”

  1. iway Berkata:
    Mei 2, 2008 pukul 7:45 am

emang gampang ya mbalikin punggung paus? :D
minak jinggo : miring penak …. monggo :D

kalo negara ini berdaya (minimal mental bangsanya bukan mental inlander) kayaknya ga usahlah pake mantra, tinggal tiup aja tuh perusahaan dah jadi milik negara, wong mbah maridjan aja ga pernah pake mantra-mantra kok

  1. -tikabanget- Berkata:
    Mei 2, 2008 pukul 7:48 am

apakah mampu negara ini mengusir macam chevron, shell, dan segala macemnya?
kalo udah diusir, apakah mampu negara ini ngelola bener yang ditinggalin mereka mereka itu..?

  1. papabonbon Berkata:
    Mei 2, 2008 pukul 5:40 pm

kok nasionalisasinya dibikin susah sih. langsut babat ajah … wakakakka :)

  1. bah reggae Berkata:
    Mei 2, 2008 pukul 7:26 pm

Mantra putus asa bangsa tak berdaya. Kelihatannya kok begitu. Gagah memang, tapi konsekuensinya juga dahsyat.

  1. Hedi Berkata:
    Mei 2, 2008 pukul 10:56 pm

lama-lama jadi tipis batas antara nasionalisasi dengan fasisme

  1. cewektulen Berkata:
    Mei 3, 2008 pukul 3:41 pm

prihatin..tapi saya tidak punya solusi

  1. latree Berkata:
    Mei 3, 2008 pukul 8:41 pm

hidup Indonesia!

logo-edit-2.jpg

100 THN KEBANGKITAN NASIONAL (IV)

Untuk Apa Punya Minyak? 
Kamis, 29 Mei 2008 | 00:44 WIB
MT Zen
Guru Besar Emeritus ITB

Dahulu, di zaman Orde Baru, saya masih ingat sekali bahwa setiap kali
ada berita tentang turunnya harga minyak di pasaran dunia, Pemerintah
Indonesia sudah berkeluh kesah. Pada waktu itu cadangan terbukti
Indonesia tercatat 12 miliar barrel.
Kini, pada masa Reformasi ini, lebih khusus lagi selama kekuasaan
Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, pemerintah juga berteriak,
berkeluh-kesah, dan panik apabila harga minyak meningkat di pasaran dunia.
Harga minyak turun berteriak, harga minyak naik lebih berteriak lagi
dan panik. Jadi, apa gunanya kita punya minyak, sedangkan Indonesia sejak
awal sudah menjadi anggota OPEC? Alangkah tidak masuk akalnya keadaan
ini? Sangat kontroversial. Minyak itu tak lain adalah kutukan.
Cadangan tak tersentuh
Hingga kini Indonesia secara resmi disebut masih mempunyai cadangan
minyak sebesar 9 miliar barrel. Memang betul, jika dibandingkan dengan
cadangan minyak negara-negara Timur Tengah, 9 miliar barrel itu tidak ada
artinya. Namun, jelas-jelas Indonesia masih punya minyak. Selain
cadangan lama, cadangan blok Cepu belum juga dapat dimanfaatkan. Belum lagi
cadangan minyak yang luar biasa besar di lepas pantai barat Aceh.
Perlu diketahui bahwa pada pertengahan tahun 1970-an Indonesia
memproduksi 1,5 juta barrel per hari. Yang sangat mencolok dalam industri
minyak Indonesia adalah tidak ada kemajuan dalam pengembangan teknologi
perminyakan Indonesia sama sekali.
Norwegia pada awal-awal tahun 1980-an mempunyai cadangan minyak yang
hampir sama dengan Indonesia. Perbedaannya adalah mereka tidak punya
sejarah pengembangan industri minyak seperti Indonesia yang sudah
mengembangkan industri perminyakan sejak zaman Hindia Belanda, jadi jauh sebelum
Perang Dunia ke-2. Lagi pula semua ladang minyak Norwegia terdapat di
lepas pantai di Laut Atlantik Utara. Lingkungannya sangat ganas; angin
kencang, arus sangat deras, dan suhu sangat rendah; ombak selalu
tinggi.
Teknologi lepas pantai, khusus mengenai perminyakan, mereka ambil alih
dari Amerika Serikat hanya dalam waktu 10 tahun. Sesudah 10 tahun tidak
ada lagi ahli-ahli Amerika yang bekerja di Norwegia.
Saya berkesempatan bekerja di anjungan lepas pantai Norwegia dan
mengunjungi semua anjungan lepas pantai Norwegia itu. Tak seorang ahli
Amerika pun yang saya jumpai di sana sekalipun modalnya adalah modal Amerika,
terkecuali satu; seorang Indonesia keturunan Tionghoa dari Semarang
yang merupakan orang pertama yang menyambut saya begitu terjun dari
helikopter dan berpegang pada jala pengaman di landasan. Dia berkata sambil
tiarap berpegangan tali jala, ”Saya dari Semarang, Pak.” Dia
seorang insinyur di Mobil yang sengaja diterbangkan dari kantor besarnya di
daratan Amerika untuk menyambut saya di dek anjungan lepas pantai
bernama Stadfyord A di Atlantik Utara.
Di sanalah, dan di anjungan-anjungan lain, saya diceritakan bahwa
mereka tidak membutuhkan teknologi dari Amerika lagi. Mereka sudah dapat
mandiri dan dalam beberapa hal sudah dapat mengembangkan teknologi baru,
terutama dalam pemasangan pipa-pipa gas dan pipa-pipa minyak di dasar
lautan. Teknologi kelautan dan teknologi bawah air mereka kuasai betul
dan sejak dulu orang-orang Norwegia terkenal sebagai bangsa yang sangat
ulet dan pemberani. Mereka keturunan orang Viking.
Ada satu hal yang sangat menarik. Menteri perminyakan Norwegia secara
pribadi pernah mengatakan kepada saya bahwa Norwegia dengan menerapkan
teknologi enhanced recovery dari Amerika berhasil memperbesar cadangan
minyak Norwegia dengan tiga kali lipat tanpa menyentuh kawasan-kawasan
baru. Ini sesuatu yang sangat menakjubkan.
Norwegia pernah menawarkan teknologi tersebut kepada Indonesia, tetapi
mereka minta konsesi minyak tersendiri dengan persyaratan umum yang
sama dengan perusahaan lain. Ini terjadi pada akhir tahun 1980-an. Namun,
kita masih terlalu terlena dengan ”kemudahan-kemudahan” yang
diberikan oleh perusahaan-perusahaan Amerika. Pejabat Pertamina tidak mau
mendengarkannya. Gro Halem Brundtland, mantan perdana menteri,
menceritakan hal yang sama kepada saya.
Contoh lain, lihat Petronas. Lomba Formula 1 di Sirkuit Sepang
disponsori oleh Petronas. Petronas itu belajar perminyakan dari Pertamina,
tetapi kini jauh lebih kaya dibanding Pertamina. Gedung kembarnya menjulang
di Kuala Lumpur. Ironisnya, banyak sekali pemuda/insinyur Indonesia
yang bekerja di Petronas.
Kenapa banyak sekali warga Indonesia dapat bekerja dengan baik dan
berprestasi di luar negeri, tetapi begitu masuk kembali ke sistem Indonesia
tidak dapat berbuat banyak?
Jika kita boleh ”mengutip” Hamlet, dia bekata, ”There is
something rotten, not in the Kingdom of Denmark, but here, in the Republic of
Indonesia.”
Lengah-terlena
Salah satu kelemahan Indonesia dan kesalahan bangsa kita adalah
mempunyai sifat complacency (perkataan ini tidak ada dalam Bahasa Indonesia,
cari saja di kamus Indonesia mana pun), sikap semacam lengah-terlena,
lupa meningkatkan terus kewaspadaan dan pencapaian sehingga mudah disusul
dan dilampaui orang lain.
Lihat perbulutangkisan (contoh Taufik Hidayat). Lihat persepakbolaan
Indonesia dan PSSI sekarang. Ketuanya saja meringkuk di bui tetap ngotot
tak mau diganti sekalipun sudah ditegur oleh FIFA.
Apa artinya itu semua? Kita, orang Indonesia tidak lagi tahu etika,
tidak lagi punya harga diri, dan tidak lagi tahu malu. Titik.
Ketidakmampuan Pertamina mengembangkan teknologi perminyakan merupakan
salah satu contoh yang sangat baik tentang bagaimana salah urus suatu
industri. Minyak dan gas di Blok Cepu dan Natuna disedot
perusahaan-perusahaan asing, sementara negara nyaris tak memperoleh apa pun. Dalam hal
ini, Pertamina bukan satu-satunya. Perhatikan benar-benar semua
perusahaan BUMN Indonesia yang lain. Komentar lain tidak ada.

MT Zen Guru Besar Emeritus ITB


KOMENTAR:

"Zein Wijaya"
Thu, 29 May 2008 19:03:16 -0700 (PDT)

Good Article Afar, tapi ada kelemahan dari artikel yg dibuat Pak prof MT Zen.
beliau lupa membandingkan populasi penduduk Norway dengan penduduk Indonesia..
Norway hanya berpenduduk 4.7 Juta..dan hasil produksi minyaknya 1.5 Juta BPH
indonesia mungkin pada thn 1980 berpenduduk 150 Juta dan produksi minyak 1.5 Juta BPH
Dari pendapatan perkapita udah enggak matching..dengan pendapatann per
kapita yg tinggi, fasilitas publik (pendidikan dan kesehatan) bisa
diberikan secara cuma cuma..
sehingga kualitas pendidikan masyarakat Norway bisa cepat sejajar dengan Amerika...
dengan Income yg besar, mereka juga bisa melakukan riset riset yg dibiayai pemerintah
Lain halnya dengan indonesia, pendapatan per kapita rendah, duit banyak
dipakai untuk KKN, subsidi...dana alokasi pendidikan dan kesehatan
minim...bagaimana bisa meningkatkan sumber daya manusia..
selain itu perbedaan yg menyolok:
di Norway,KKN hampir nyaris tidak ada dengan sistem ekonomi yg bergaya sosialis
(sama rasa sama rata), sedang di indonesia KKN merajalela
Ada satu kritik lagi, disebutkan di artikel dibawah bahwa Minyak dan
gas di Blok Cepu dan Natuna disedot perusahaan-perusaha an asing,
sementara negara nyaris tak memperoleh apa pun

Lah khan kita punya sistem kontrak bagi hasil antara KPS dengan
Negara....koq bisa bisanya dibilang negara nyaris tidak mempeoleh
apapun..

Contoh paling nyata pengelolaan CPP Blok oleh BOB Siak Pusako, apa bisa
memberikan kontribusi kepada daerah / negara..Yg ada malah rebutan
minyak antara Pemda dan Pemerintah Pusat....sementara produksi terus
menurun...dan masyarakat Riau seitar Blok CPP tetap aja miskin
Di UK,sistem yg diterapkan untuk perusahaan minyak adalah Tax
Royalti...Enggak ada sistem bagi hasil...Tax Royalti maksudnya:
keuntungan bersih perusahaan minyak asing dikenakan pajak tinggi oleh
pemerintah UK (sekitar 40%).

Hasilnya : bisa langsung dirasakan masyarakat ...
fasilitas kesehatan gratis, pendidikan gratis...
Bahkan Aberdeen bisa menjadi kota terkaya di UK

Jadi bisa disimpulkan, yg salah bukan sistemnya ...mau diubah sistemnya
bagaimanapun kalo duit minyak yg masuk dikorupsi..yach sampai dunia
kiamat juga enggak akan bisa dinikmati masyarakat banyak..Jadi
janganlah menyalahkan pihak luar bahwa kekayaan kita disedot habis oleh
pihak asing...sementara masyarakat tidak mendapatkan apa apa...padahal
yg mesti disalahkan adalah moral kita sendiri
saya hanya berusaha bersikap obyektif
dengan membandingkan pengalaman selama berdomisili di Riau, Norway dan UK...


"afar mas"
Thu, 29 May 2008 19:50:35 -0700 (PDT)

Mas Zein kapan nih kita kumpul2 lagi...nih...wah dah mantab di Aberdeen
ya...
Mungkin maksudnya Pak MT ZEN ,kita ini dalam arti spesifik Mas...kita
bangsa...bukan kita para individu yang bisa menikmatinya...
kalau saya boleh ambil contoh tentang Petronas, kebetulan saya kerja di
Petronas PMU (BP Migasnya Malaysia)..hasil minyak Malaysia tidak
sebanyak Indonesia...hanya sekitar 500-600 BOPD, penduduknya juga lumayan
sekitar 25 juta, tapi profit yang didapatkan petronas berlipat2 dengan
yang didapatkan Pertamina yang notabene mahagurunya Petronas, sistem KPS,
regulasi nya benar2 fotocopy Pertamina/Indonesia...bahkan BP Migasnya
(Petronas PMU) merupakan badan regulator yang mirip fungsi dan
bentuknya dengan DMPS/BKKA jadul....belum lagi expansi Petronas di sektor hulu
dan hilir yang semakin gencar merambah seluruh benua yang punya oil&gas
resource and market potential .
Mungkin yang membedakan adalah implementasinya yang kalau bisa saya
rasakan sangat jauh berbeda antara Petronas dan Pertamina+BP
Migas...kita yang ngurusin masalah produksi benar2 sampai ngobok2 reservoir dan
production operation di KPS,meeting dengan KPS benar2 nggak ada yang
namanya layan melayani dalam hal di luar masalah teknis, nggak ada
penyambutan2 yang tidak perlu, jadi ya kita juga enak dan bisa menjalankan
fungsinya secara profesional... hebatnya lagi motornya ya kita2 orang
Indonesia....
Tentang BOB BSP-Pertamina Hulu ...itu cerita lalu , saya pernah kerja
di tempat itu hampir 2 tahun lamanya...sayang internally BOB disibukkan
dengan hal2 non technical yang memang perlu sih perlu tapi kalau
kebanyakan juga akhirnya kontraproduktif...maaf beribu maaf terpaksa saya
tinggalkan sementara BOB untuk cari ilmu di tempat lain...banyak orang
yang merasa serba salah....akhirnya tidak sedikit engineer&geoscientist
nya yang potential 'mental' kemana2 umumnya ke overseas...
tentang Demo...saya bangga punya rekan2 mahasiswa yang sampai saat ini
masih peduli dengan rakyatnya...sayapun mengutuk keras kekerasan yang
dilakukan mahasiswa maupun polisi yang dalam sudut pandang apapun tidak
bisa dibenarkan....
Afar Alzubaid Mbai



MENYIKAPI MASALAH LAPINDO & BLBI

PERNYATAAN POLITIK RAPIMNAS II SOKSI

Tanpa mengabaikan berbagai hasil yang telah dicapai dalam 10 tahun perjalanan reformasi pembangunan nasional, SOKSI beranggapan bahwa tekad dan harapan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih adil, demokratis dan sejahtera ternyata belum memuaskan. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa perjalanan reformasi ditengah dinamika tantangan internal bangsa dan global belum sepenuhnya memberikan dampak positif. Bahkan reformasi terkesan sudah salah arah dengan kuatnya fenomena orientasi kekuasaan berdasarkan kepentingan para elite politik, primordialisme sempit baik di pusat maupun di daerah yang pada akhirnya cenderung melupakan nasib dan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat dan daya saing bangsa menghadapi arus globalisasi yang makin deras. Dalam momentum 100 tahun Kebangkitan Nasional ini, hal tersebut menjadi perhatian besar dan keprihatinan mendalam para kader SOKSI di seluruh tanah air.

Rapat Pimpinan Nasional II SOKSI yang berlangsung tanggal 18-20 Mei 2008 di Jakarta, SOKSI merefleksikan pengalaman perjalanan bangsa serta mengkaji secara seksama terhadap dampak reformasi satu dasawarsa ini bagi transformasi tatanan dan moralitas kehidupan kebangsaan dan kemasyarakatan, dengan ini menyatakan pandangan dan sikap politik SOKSI sebagai berikut :

1. Pelurusan Arah Reformasi Reformasi yang semula diharapkan memberantas atau mengurangi korupsi, justru kenyataannya korupsi menjadi lebih besar dan marak dengan lahirnya para koruptor baru di pusat dan di daerah-daerah. Reformasi yang diharapkan mengembangkan demokrasi,ternyata telah ditandai maraknya anarkhisme dan merosotnya nilai-nilai budaya musyawarah kekeluargaan. Reformasi yang diharapkan dapat membangkitkan ekonomi kerakyatan dan penguatan ekonomi bangsa, ternyata telah ditandai tumbuh kembangnya kapitalisme dan neo liberalisme yang mengakibatkan semakin terhimpitnya ekonomi rakyat. Menurut SOKSI, hal ini terjadi karena reformasi 10 tahun ini sejak awal hanyalah reformasi politik prosedural tanpa menyentuh transformasi-reformasi budaya. Untuk itu, SOKSI menegaskan bahwa arah Reformasi perlu diluruskan dengan penekanan terhadap Transformasi-Reformasi Budaya untuk merekonstruksi kembali budaya nasional sebagai centrum di dalam mendorong patriotisme-nasionalisme nilai-nilai budi pekerti luhur, di dalam aspek-aspek politik dan ekonomi serta aspek lainnya dalam mengembangkan kehidupan bangsa dan negara yang bersumber dari nilai-nilai luhur Pancasila.

2. Penyempurnaan Amandemen UUD 1945 SOKSI memandang hasil amandemen UUD 1945 dan kebijakan negara pasca reformasi lebih memberikan ruang gerak liberalisasi dan neo-liberalisme yang sekarang ini sudah merasuk hampir kesemua aspek kehidupan bangsa ini. Untuk itu SOKSI menegaskan kembali dan mengajak segenap potensi bangsa untuk mengembalikan semangat dan jiwa Pancasila, sehingga perjalanan bangsa kedepan, konsisten dengan Pembukaan UUD 1945 yang diamanatkan oleh the founding fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Agar kegagalan amandemen tidak terulang kembali, dan guna menghindari kepentingan-kepentingan politik sempit dari pihak manapun, SOKSI meminta agar Majelis Permusyawaratan Rakyat RI dan atau Presiden segera membentuk suatu Komisi Negara yang bersifat independen, terdiri dari para negarawan untuk menyusun naskah Penyempurnaan terhadap Amandemen UUD 1945.

3. Penyelamatan Ekonomi Bangsa Pengaruh gejolak harga minyak dunia mengakibatkan subsidi BBM meningkat dan membebani APBN, memicu keterpurukan dan membawa bangsa ini ke situasi darurat di bidang ekonomi. Akan tetapi menyadari bahwa negeri ini kaya akan sumber daya alam, SOKSI menaruh kepercayaan sekaligus harapan kepada Pemerintah untuk segera mengambil inisiatif langkah responsif kreatif dengan kebijakan bukan pragmatis semata, tetapi menyeluruh dan mendasar serta berani melakukan koreksi total untuk mengembalikan sistem ekonomi bangsa ini ke pasal 33 UUD 1945, untuk kesejahteraan rakyat serta kebangkitan ekonomi bangsa ke depan. Menyadari hal itu, SOKSI memandang perlu menyampaikan kontribusi berupa 6 (enam) pemikiran penyelamatan ekonomi bangsa alternatif sebagai berikut :


Pertama, SOKSI meminta Pemerintah segera meninjau kembali APBN berdasarkan skala prioritas dan penajaman efisiensi nasional dengan menghilangkan anggaran yang bersifat kontroversial, antara lain seperti pembayaran hutang BLBI, dampak proyek Lapindo yang menjadi beban APBN yang pada dasarnya sama dengan uang yang dibayar oleh rakyat yang sedang susah. Penyelesaian secara hukum kasus hutang BLBI selama ini telah mencederai rasa keadilan masyarakat, untuk itu SOKSI berpendapat perlunya dilakukan peninjauan ulang. Lebih lanjut mengenai beban APBN atas dampak Lumpur Lapindo di Jawa Timur, SOKSI berpendapat sebaiknya hal tersebut tetap menjadi beban PT. Lapindo Brantas dan bukan menjadi beban Negara.


Kedua, SOKSI berharap kepada Pemerintah untuk memprakarsai segera “Gerakan Budaya Hemat Nasional ” di semua sektor dan lapisan, antara lain melalui :


a. Budaya hemat keuangan negara yang dipelopori oleh Pemerintah Pusat dan Daerah serta BUMN /BUMD dengan melaksanakan prinsip good governance secara benar dan optimal sehingga pemborosan dan korupsi dapat dicegah. Salah satu diantaranya dalam hal ini Pemerintah bersama Pertamina perlu segera merubah pola impor dan ekspor minyak yang selama ini melalui trader yang bersifat ‘high cost economy’, sekaligus melakukan peninjauan terhadap Kontrak Kerja Perminyakan (production sharing, dan cost recovery).


b. Budaya hemat energi sehari-hari, terutama hemat minyak/BBM dan listrik perlu terus didukung dengan mengutamakan inisiatif dan keteladanan Pemerintah yang diikuti dengan keikutsertakan seluruh masyarakat. Dalam hal ini SOKSI memerintahkan agar seluruh jajaran, kader, dan anggotanya turut mengambil inisiatif dan peran aktif dalam melaksanakan gerakan tersebut.


Ketiga, SOKSI meminta Pemerintah meningkatkan tarif dan penerimaan pajak ekspor atas komoditi yang mengalami windfall profit akibat gejolak harga minyak dunia, seperti pajak atas minyak,gas, batubara dan mineral lainnya. Hal itu didasarkan pada prinsip pengelolaan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan nilai-nilai kebersamaan bangsa yang kita anut sesuai Pasal 33 UUD 1945. Tarif itu dapat diturunkan lagi kelak apabila harga turun. Seiring dengan itu, dalam rangka meningkatkan penerimaan Negara sejalan dengan prinsip good governance, Pemerintah perlu membangun sistem informasi manajemen penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak yang handal terutama dari segmen korporasi sehingga “transfer pricing seperti yang terjadi pada ekspor batubara dan penyelundupan cukai, yang diduga bernilai puluhan triliun rupiah”, dapat dicegah dimasa mendatang.


Keempat, untuk membangun ketahanan energi nasional sekaligus penguatan ekonomi bangsa kedepan, SOKSI menegaskan agar pemerintah mengambil langkah kebijakan berikut :


a. Pemerintah perlu segera mengintensifkan dan mengekstensifkan upaya peningkatan produksi minyak (lifting) dengan penerapan transparansi, akuntabilitas dalam setiap pengelolaan eksplorasi dan eksploitasi serta transportasinya. Seiring dengan itu, strategi program yang terencana dan terukur disertai perbaikan pelayanan eksplorasi baru, dan pertimbangan daya tarik investasi seperti tax holiday, perlu dilakukan, antara lain melalui peninjauan ulang praktek penguasaan konsesi batubara yang monopolistic. Adalah tidak adil pihak-pihak tertentu menguasai kekayaan negeri ini meliputi ratusan ribu hektar bahkan jutaan hektar lahan konsesi batubara padahal yang dikelolanya selama ini hanyalah terbatas ribuan hingga belasan ribu hektar saja, dan sementara negeri ini susah dan hal itu tidak boleh terjadi berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, Oleh karena itu, penguasaan konsesi batubara oleh pihak swasta harus dibatasi waktu dan luasannya, dengan pengawasan pengelolaan oleh Negara yang efektif ,sehingga memberi kesempatan berusaha dan lapangan keja seluas-luasnya serta penerimaan negara yang optimal.


b. Pemerintah perlu membangun dan mengembangkan sumber daya alam lainnya, seperti pengelolaan BBM alternatif yang murah dan bersumber dari batubara, jarak, dan sebagainya, karena biaya produksinya jauh lebih murah dari harga minyak dunia.


Kelima, SOKSI meminta Pemerintah dengan dukungan sumber-sumber dana yang diharapkan berasal dari penghematan dan peningkatan penerimaan Negara, bersama-sama sektor usaha swasta dapat sesegera mungkin menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya melalui program pembangunan infrastruktur, pembukaan industri baru, penyebarluasan program pemberdayaan UMKM serta perkreditan modal bagi usaha rakyat, pemberdayaan lahan tidur untuk pertanian, pelatihan kompetensi tenaga kerja yang kesemuanya pada waktunya dapat mengatasi pengangguran serta mengentaskan kemiskinan.


Keenam, terhadap rencana kebijakan Pemerintah untuk tidak menambah subsidi harga minyak dalam APBN yang berakibat akan naiknya harga BBM yang disertai program jaring pengaman sosial (social safety net) untuk meminimalkan dampaknya bagi rakyat miskin, SOKSI sungguh memahaminya sebagai keniscayaan akan tetapi haruslah benar-benar merupakan pilihan terakhir sebagaimana sudah dinyatakan oleh Pemerintah kepada rakyat. SOKSI sependapat bahwa rakyat akan menerima kebijakan itu meskipun pahit apabila rakyat telah melihat dan meyakini bahwa Pemerintah telah bekerja keras dan optimal melakukan berbagai upaya untuk melindungi kepentingan ekonomi rakyat sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945 sebelum pilihan terakhir itu diambil oleh Pemerintah. SOKSI berharap kebijakan apapun termasuk menaikkan harga BBM, jangan berakibat buruk terhadap ekonomi rakyat dan tidak mengganggu kepercayaan rakyat kepada Pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah perlu memperhatikan bagaimana agar kebijakan menaikkan harga BBM itu perlu didahului atau dibarengi oleh kemauan politik Pemerintah untuk mengembalikan Pasal 33 UUD 1945 dalam kehidupan ekonomi bangsa ini dengan berbagai kebijakan penguatan ekonomi rakyat dan negara dengan 5 (lima) pemikiran alternatif penyelamatan ekonomi bangsa yang dikemukakan di atas.


Selanjutnya kepada segenap anak bangsa dan masyarakat yang melakukan unjuk rasa dewasa ini, SOKSI mengingatkan bahwa sebagai bangsa besar yang berbudaya dan bermartabat, bahwa nilai-nilai demokrasi harus dijunjung tinggi dengan menghargai segala perbedaan pendapat tanpa menimbulkan kerusakan dan gangguan kepentingan umum serta tidak melemahkan bangsa dan negara, tetapi bagaimana agar supaya Pemerintah bersama rakyat seiring sejalan melaksanakan reformasi pembangunan ke depan menuju perubahan dan kebangkitan bangsa.


4. Penyempurnaan Pilkada

SOKSI menghargai perkembangan demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sepanjang 4 tahun terakhir ini, namun sekaligus prihatin terhadap ekses-eksesnya seperti perilaku kekerasan dan anarkhisme, politik uang dan biaya tinggi, primordialisme sempit, bahkan merusak sendi-sendi kekeluargaan dan persatuan. Tetapi hasilnya hanya cenderung kurang efektif sehingga munculnya “raja-raja kecil” yang juga merugikan rakyat di daerah. Berdasarkan fakta-fakta memprihatinkan itu, SOKSI meminta kepada Pemerintah bersama para tokoh negarawan dan Perguruan Tinggi yang memiliki komitmen terhadap masa depan bangsa ini, untuk mengevaluasi pelaksanaan Pilkada langsung dengan format pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota yang demokratis sekaligus menguatkan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

5. Sukses Pemilu 2009.

SOKSI menyambut rencana pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/ Wakil Presiden tahun 2009 berlangsung tanpa gejolak, aman, dan demokratis serta menghasilkan kepemimpinan terbaik bagi bangsa ke depan. Dalam pengamatan SOKSI dan berdasarkan hasil survey berbagai lembaga ahli, bahwa kepercayaan rakyat kepada lembaga-lembaga negara termasuk partai politik dewasa ini, cenderung menghendaki perubahan. Semua itu tidak terlepas dari keterbatasan kepemimpinan dan sistem politik serta ketatanegaraan yang dibangun di era reformasi ini. Ke depan rakyat membutuhkan pemimpin nasional yang bukan saja visioner dan berintegritas tetapi juga harus mampu membangun kepemimpinan nasional yang demokratis, kuat dan efektif. Oleh krena itu, SOKSI sependapat dan mendukung gagasan tentang persyaratan Calon Presiden/Wakil Presiden mendatang harus didukung oleh Partai Politik atau Koalisi Partai Politik yang memperoleh kursi DPR-RI sekurang-kurangnya 30 %, sehingga kondusif untuk mewujudkan kepemimpinan nasional yang demokratis, kuat dan efektif guna mengelola perubahan menuju kebangkitan bangsa kedepan. Dalam kaitan itu, SOKSI sangat menyesalkan pandangan yang reaktif dan emosional dari beberapa pihak terhadap gagasan itu sekaligus mengajak segenap potensi bangsa ini secara sadar terpanggil untuk menghentikan praktek “trial and error” dan “permainan kepentingan kelompok” yang membuat bangsa ini makin mundur dan jauh tertinggal dibelakang bangsa-bangsa lain, tetapi marilah kita bangkit bersama-sama dengan senantiasa mengedepankan dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.


Selanjutnya dalam rangka rekrutmen Calon Presiden/Wakil Presiden dari Partai GOLKAR, sebagai salahsatu organisasi pendiri , SOKSI mendukung mekanisme survey independent yang jujur untuk memahami kehendak rakyat dan diikuti dengan Rapimnas Khusus. Tentang siapa figur calon Presiden/wakil Presiden, SOKSI berpendapat akan sangat tergantung bagaimana dan sejauhmana Kepemimpinan Pemerintahan sekarang mampu merubah tantangan sekarang ini menjadi peluang besar bagi kebangkitan bangsa kedepan. SOKSI sungguh menaruh harapan dan kepercayaan kepada pemerintah, namun adalah wajar apabila Partai GOLKAR sudah mulai mempersiapkan alternatif calon pemimpin bangsa ke depan.


Berkaitan dengan Pemilu Legislatif 2009, seluruh kader SOKSI telah dan akan proaktif bersama-sama segenap keluarga besar Partai GOLKAR untuk memenangkan dengan target 30 % secara nasional. Untuk mencapai target itu, SOKSI menyadari perlunya segenap kader memiliki motivasi yang kuat ,militansi dan kompetensi yang tinggi. Untuk itu, Partai GOLKAR perlu mengapresiasi kader-kader yang memiliki kompetensi sekaligus potensi besar dalam mengumpulkan suara untuk dipercaya menjadi calon legislatif. Sejalan dengan itu, SOKSI meminta kepada Partai GOLKAR untuk berani mengambil kebijakan bahwa Caleg yang memperoleh suara 30 % BPP atau lebih, ditetapkan menjadi “Caleg terpilih” berdasarkan aspek elektibilitas atau legitimasinya melalui suara terbanyak selain aspek kompetensi kekaderannya atas dasar prerogatif Ketua Umum DPP Partai GOLKAR, sehingga bukan berdasarkan nomor urut semata dengan tetap memperhatikan UU tentang Pemilu yangberlaku.


Demikianlah pandangan dan sikap politik SOKSI, sebagai bentuk keprihatinan dan kontribusi pemikiran serta rasa tanggungjawab SOKSI terhadap keberadaan bangsa Indonesia tercinta. Semoga dapat bermanfaat bagi kemajuan masyarakat, bangsa dan Negara ke depan. Amien.



Jakarta, 20 Mei 2008

DEWAN PIMPINAN NASIONAL SOKSI

Selaku PIMPINAN RAPAT PIMPINAN NASIONAL II SOKSI TAHUN 2008




Syamsul Mu’arif FMT. Rajagukguk

[Ketua Umum] [Sekretaris Jenderal]

100 THN KEBANGKITAN NASIONAL (III)

Statemen Aksi
A B J
ALIANSI BEM JOGJAKARTA BEM KBM UJB, DEMA UIN, BEM UKDW, BEM MM UST, BEM UMY, LEM UII, USD, BEM FE UTY, BEM UAD, AKAKOM, BEM BSI, KAM UPN, FISIP ATMAJAYA
Pernyataan Sikap
Penegasan Kembali Jati Diri Bangsa Untuk Kebangkitan Rakyat
Tiap-tiap warga negara berhak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. ..”(Pasal 37 UUD 1945)“Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat “(Pasal 33 ayat 3 UUD 1945)Kedua pasal diatas menegaskan bahwa konstitusi mengamanatkan kepada negara Indonesia untuk ANTI PENGANGGURAN dan ANTI KEMISKINAN bagi seluruh warga negara Indonesia.Pemerintah benar-benar tidak berpihak terhadap masyarakat kecil. Kenaikan harga BBM sebesar 28,7% mutlak sepenuhnya memukul seluruh lini kehidupan rakyat. Sabtu kemarin (24/5/08) SBY-Kalla resmi menaikkan harga BBM yang pada akhirnya memberikan efek domino terhadap seluruh sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Mulai dari kenaikan harga sembako, terancamnya PHK massal buruh ditengah upahnya yang rendah, sampai semakin meningkatnya angka kemiskinan. Jawaban Negara atas kenaikan harga BBM dengan memberi ‘gula-gula’ bernama Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah kebijakan pragmatis terhadap rakyat miskin. Sekali lagi, ini adalah bukti tidak bertanggung jawabnya Negara atas problem pengangguran dan kemiskinan. Lantaran ini bukanlah solusi untuk menjawab sekian permasalahan dari kesejahteraan 220 juta rakyat Indonesia. Ketergantungan secara politik pemerintah SBY-Kalla yang ditandai pada setiap kebijakannya semakin kentara terlihat jelas. Kenaikan BBM di Indonesia sesungguhnya adalah lepas tangannya tanggung jawab Negara menyangkut kesejahteraan rakyat. Sesungguhnya liberasi sektor migaslah di balik kenaikan harga BBM hari ini. Sementara asumsi dari Negara adalah terlalu berat menanggung subsidi untuk rakyat bersamaan dengan melambungnya harga minyak dunia di atas US $100.Hal ini juga menyangkut dampak dari sekian kesepakatan yang dihasilkan dari Negara-negara investor, donator, serta lembaga-lembaga dunia yang pada intinya adalah liberalisasi pasar agar NEKOLIM (Neo kolonialisme dan imperialisme) bisa semakin menancapkan kukunya. Selain juga tidak seriusnya pemerintah mengusut tuntas kasus BLBI. Padahal bila dana BLBI ini bisa kembali, setidaknya defisit APBN dapat ditambalAsumsi bahwa Negara rugi Rp 123 trilyun guna menutup beban subsidi BBM tidak sepenuhnya benar, karena sebenarnya Pemerintah untung Rp165,8 trilyun dari perhitungan sebesar 1,2 juta barel kebutuhan BBM kita yang dapat dicukupi melalui produksi dalam negri sebesar 1 juta barel dan 0,2 impor. Praktis dengan naiknya harga minyak dunia, seharusnya kita turut menikmati akibat laba dari sekian ladang minyak kita.Tetapi hal tersebut tidak terjadi. Sekian ladang kekayaan alam yang terkandung di atas tanah, air dan udara kita telah digadaikan oleh pemerintah kita kepada pihak asing atas nama investasi. Rakyat tidak menikmati seluruh kekayaan ini. Lantaran sudah dikapling oleh Exxon, Petronas, caltex, serta perusahaan-perusaha an asing lainnya Pendidikan masih mahal, upah buruh masih rendah, petani masih diserobot tanahnya, biaya kesehatan tak terjangkau, penggusuran masih marak. Hukum masih bisa dibeli. Maka tidak menjadi salah bila kepercayaan terhadap parlementarian (baca: parpol dan para elit) kita jawab dengan tindakan Golput di pemilu 2009, melihat kekuatan oligarki lama masih saja bercokol yang notabene semuanya adalah politisi busuk.Oleh sebab itu kami dari ALIANSI BEM JOGJAKARTA tidak henti-hentinya menyerukan kepada seluruh elemen baik mahasiswa, buruh, tani, kaum miskin kota, nelayan dan masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menggabungkan diri dalam satu kekuatan serta menuntut:
Tolak kenaikan BBM
Turunkan harga sembako
Nasionalisasi aset
Tolak RUU BHPPendidikan murah untuk Rakyat
Hapus hutang lama, tolak hutang baru
Lapangan kerja untuk Rakyat
Tegakkan supremasi hukum
Sita asset pejabat korup untuk kesejahteraan rakyat
Tolak Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Cabut UU yang tidak berpihak pada rakyat
Sekaligus menyerukan kepada semesta rakyat Indonesia mengingat pemerintah kita yang anti rakyat untuk menyerukan:
Transparansi keuangan Negara!
Mogok bayar pajak!
Golput Pemilu 2009!
Jangan pilih politisi busuk!
Jogjakarta, 27 Mei 2008
Heni Wijayanti
Koordinator Umum
["Renggo widyarto" sukab_39@yahoo.com]
[ Tue, 27 May 2008 07:24:48 -0700 (PDT)]
KOMENTAR:
"Zein Wijaya" zein_wijaya@yahoo.com
Tue, 27 May 2008 08:53:43 -0700 (PDT)
Wah kalo tuntutan ini dipenuhi Bisa jadi apa negara kita..Bisa bisa nama Indonesia yg udah terpuruk, makin terpuruk ke jurang yg paling dalam (karena menasionalisasi asset yg bukan haknya serta menghapuskan hutang secara pihak)Agama saja menganjurkan untuk melunasi hutang piutang sebelum ajal..Alih alih mau ngapusin utang secara sepihak
Mbok yach mahasiswa harus bisa berpikir jernih...Jangan hanya bisa menuntut..
Kalo mahasiswa ditukar tempat sebagai pemimpin negara, apa bisa mengatasi segala masalah dalam waktu singkat ???
Ngurusin 250 juta jiwa enggak segampang membalikkan telapak tangan Bung...
Dengan anggaran yg serba terbatas, Super Komputer yg jadi presiden sekalipun enggak akan mampu mengalokasikan budget untuk keperluan lain kalo harus memberikan subsidi besar untuk BBM..
Saya setuju untuk penolakan BLT karena sifatnya tidak mendidik bagusnya malah uangnya dipakai untuk menciptakan lapangan kerja baru...Bikin proyek padat karya bangun jalan / perbaiki jalan atau apa..lebih baik kasih pancing dari pada kasih ikan...
Beberapa point yg reasonable untuk mengatasi kemelut di Indonesia menurut pendapat saya secara pribadi sebagai orang awam:
- Turunkan harga sembako (Caranya : Bikin Indonesia kembali menjadi swasembada pangan), caranya : mbok rakyat miskin yg di kota kota mau jadi transmigran untukmembangun daerah daerah yg tertinggal, kembali ke Jaman Pelita 1 - pak hartoFokuskan pembangunan di sektor pertanian..
- Pendidikan murah untuk Rakyat, caranya duit subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikandengan alokasi yg lebih besar
- Lapangan kerja untuk Rakyat, caranya : yach dari dana BLT tadi dibikin proyek padat karya untuk infrastructure, transmigrasi etc
- Tegakkan supremasi hukum, caranya : adili pejabat korup dan juga mulai dari diri sendiri untuk hidup bersih dan tidak korupsi
- Sita asset pejabat korup untuk kesejahteraan rakyat, caranya : tuntaskan kasus BLBI secara transparant
- Efisiensi APBN, caranya : hemat anggaran untuk tiap dept/DPR dengan membatasi kunjungan kerja ke luar negeri, presiden juga wajib membatasi kunjungan ke LN yg tidak penting kecuali mau pakai biaya kantong pribadi
- Dan yg terpenting: Hapus proses birokrasi untuk kegiatan perminyakan, usahakan untuk mempermudah kegiatan explorasi dan exploitasi Migas agar produksi Indonesia bisa kembali ke target 1.5 Juta BPH...Biar Indonesia dapat windfall profit dari kenaikan harga minyak...
"Yeni Kuswanto" zenanto@yahoo.com
Tue, 27 May 2008 16:48:06 -0700 (PDT)
Heran saya sama orang Indonesia
Katanya pingin mandiri dan tidak tergantung dunia barat (Amerika)
Tapi tiap pemerintah mengalokasikan dana buat bayar hutang ke luar
negeri diprotes..
Eh sekarang malah ga mau bayar hutang?
Sungguh memalukan dan memilukan..
"Djoko Purwanto"
Wed, 28 May 2008 07:56:47 +0700
Kalau hutangnya dari semacam rentenir tingkat dunia
Kalau saat ambil hutang dibujuk-bujuk, diperdaya
Kalau ujung-ujungnya untuk melemahkan negara Indonesia
Yang memutuskan hutang terus para pejabat negara yang makin kaya
Yang menanggung bebannya rakyat jelata yang makin sengsara
Heran saya, heran saya ada yang tak peduli dengan yang sengsara
"Yeni Kuswanto" zenanto@yahoo.com
Tue, 27 May 2008 17:59:32 -0700 (PDT)
Hutang tetaplah hutang
Biar sama rentenir tetaplah hutang
Semiskin-miskinnya saya tetap berusaha bayar hutang
Sesengsara-sengsara nya saya jangan sampai ngemplang
Yang bikin hutang pemimpin kita
Yang pilih pemimpin siapa?
Hormat saya,
Yeni Kuswanto
(Gak mau bawa hutang ke liang kubur)
"andri widianto" undree_w@yahoo.com
Tue, 27 May 2008 19:04:06 -0700 (PDT)
Saya sependapat dengan mas zein...
Super komputer pun akan kelabakan mengurus negara kita, bagaimana kalau energi yang dikeluarkan para mahasiswa untuk berdemo digunakan untuk membantu saudara2 kita yang kesusahan. Bukannya bikin susah saudara2 kita yang sudah susah dengan berdemo kemudian memblokir jalan, merusak fasilitas umum lainnya, emang fasilitas umum dibangun hanya untuk dan dari anda sehingga anda dengan seenaknya merusaknya?. Jangan bisanya cuma menuntut bung... mana aksimu untuk negeri ini??
OK... seumpama pemerintahan saat ini berhasil anda (baca:mahasiswa) turunkan, kemudian akan ada penggantinya, kemudian penggantinya akan anda demo lagi karena keputusannya anda anggap tidak berpihak kepada rakyat, kemudian anda menuntut pemerintahan turun, kemudian akan muncul penggantinya lagi... begitu seterusnya sampai anak cucu kita.... Yang ingin saya tanyakan, siapakah yang anda maksud rakyat ?
Bagaimana kalau kita bersama2 menggunakan energi kita untuk membantu saudara2 kita yang tidak beruntung seperti kita....
Regards,
Andri Widianto
(kesel ngliat pada demo akhirnya ngrusak fasilitas umum)
Tue, 27 May 2008 20:44:46 -0700 (PDT)
Itu benar sekali pendapat mas Zein, Mas Yeni, mas Djoko n mas Andri....Siapapun yg jadi pemimpin bangsa ini, akan selalu dihadapkan pada kondisi yg kurang lebih sama...ga mudah mengatur ratusan juta rakyat negeri ini.....kita memutuskan utk menikah dan mengatur keluarga saja sudah sulitnya bukan main, apalagi jd presiden....
Thanx a lot and best regards,
M. Ressa Jodhitya
Wed, 28 May 2008 12:01:35 +0700
Kalo yang model begini...apa dulu gak pernah jadi mahasiswa yaa? Maklum UPN, kampus yang anti demo, kepenginnya cuma adem ayem.....diapusi terus yo manut wae.
"Nuhagus Kamil Chakim" nuhagus@yahoo.com
Tue, 27 May 2008 23:15:53 -0700 (PDT)
Anti demo?? ngga juga seh mas.....Saya dulu waktu lagi kuliah pernah diobrak2 untuk demo...waktu status mahasiswa sering banget demo, demo di kampus sering....demo bareng mhs laen di UGM, DPRD malioboro situ, Kantor WALIKOTA.... .Tapi kita demo yg teratur, cuma mengingatkan bapak2 pejabat aja kembali ke track nya.
Gatau sekarang apa temen2 mhs UPN masi sering demo??
Salam,
"sapto sigit purnomo" sapto_sigitpurnomo@yahoo.com
Wed, 28 May 2008 00:34:14 -0700 (PDT)
Memang benar Om, kami ini termasuk mahasiswa yang lahir dan besar dari jaman susah. Dengan segala keterbatasan harus berjuang untuk dapat menyelesaikan kuliah, belum lagi system pendidikan kala itu, harus tunggu dosen terbang dsb...dsb... , jadi terus terang energy kami sudah terkuras untuk itu. Gak sempat berpikir untuk anut grubyuk ikut demo kesana kemari. Jadi saya kok setuju aja sama pendapat pak Zein dkk, berani untuk melihat kenyataan yang ada dan menyalurkan kelebihan energy yang dimiliki untuk disalurkan ke pihak atau hal-2 yang memang sangat dibutuhkan saat ini. Negara kita ini sekarang sedang sakit parah karena dah jatuh tempo bayar hutang, asset negara dan SDA sdh terjual atau tergadai, bencana alam datang bertubi-tubi, usreg disana-sini dsb..dsb..Diperpara h lagi dengan sontolyo-2 yang duduk di dewan "100 partai"nya. Kalau saya sih (bukan ahli politik dan kenegaraan) cuma bisa berharap, semoga dewan "100 partai" itu dibubarkan saja atau kalau punya nurani dan akalsehat membubarkan diri. Kemudian bikin shock terapi untuk para koruptor, gantung aja mereka setelah terbukti korupsi. Untuk itu kita bisa belajar dari China, beberapa waktu lalu China adalah negara paling korup didunia tetapi sekarang jadi macan Asia dengan pertumbuhan ekonomi sangat menakjubkan.Sekali lagi saya ucapkan selamat berdemo untuk bapak-2 or ibu-2 yang sangat cinta dan bangga dengan demo, dan selamat "melipir" (cari jalan alternatif lewat jalan tikus..) bagi para pengguna jalan yang gak bisa lewat terhalang demo.
Wassalam,
82-1494 TM

100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL (II)

Pulang Dengan Selamat........

Assisten driller itu jatuh dari ketinggian 3 meter di lokasi rigsite pada saat mau rig up, tidak tinggi memang, tapi itu mengakibatkan dia harus dievakuasi ke Jakarta karena patah tulang pinggul dan mungkn selama lebih dari 2 bulan dia harus istirahat --- Lost Time Accident. Padahal di well sebelumnya, baru mulai spud in. seorang teknisi dari solid control juga jatuh dari ketinggian yang nyaris sama waktu memasang alat dia di Possum Belly rig. Juga seorang driller bule di rig Jack Up lupa menutup IBOP Top Drive waktu backreaming dan rack back ke derrick, bikin jebol Mud Bucket dan hampir mencelakai roughneck yang di rigfloor. Kejadian dalam waktu kurang dari sebulan di tempat yang berbeda kok bikin saya mikir. Kok bisa ya dalam pekerjaan rutin yang mungkin dilakukan hampir tiap hari kita bisa terlena dan celaka.Krisis BBM di Indonesia membuat pemerintah seperti kalang kabut dan maksain BP Migas untuk mendayagunakan semua rig yang ada di Indonesia untuk ngejar target produksi yang terus menurun. Dan dampaknya semua rig baik jelek maupun buruk dipekerjakan, dan masalah baru pun bermunculan, biaya drilling sekarang sudah berbeda dengan keadaan 5 – 10 tahun yang lalu dimana rig banyak yang nganggur dan harga nya masih murah, sekarang untuk ngebor saja antri dan kalopun ada harganya sangat mahal. Seorang teman saya Drilling Engineer pernah mengeluh bahwa untuk mencari rig semi submergible saja harus nunggu selama 6 bulan hanya untuk mendapat kepastian bahwa rig yang dicari itu mau mampir ke Indonesia untuk ngebor 4 well saja. Itupun dengan harga yang masih belum dicapai kesepakatannya.Kejadian yang sama juga gak jauh beda dengan keadaan rig darat yang sampai sekarang terutama di Indonesia keadaannya banyak yang amburadul, memang sih ada yang namanya SILO dari BP Migas, tapi ibarat metromini, kalo permintaan lagi banyak, ya rig apa aja bisa jalan yang penting bisa ngebor. Buat temen-teman service company atau drilling contractor atau bahkan drilling supervisor yang terutama kerja di rig darat bisa lah merasakan bagaimana kondisi rig-rig darat di Indonesia sekarang, entah itu rig buatan China atau America/Canada – banyak sekali yang kondisi nya mungkin di bawah 70% untuk ngebor dipaksakan karena target “kejar setoran” yang dibebankan BP Migas.Ternyata kenaikan harga minyak juga memicu kenaikan sejumlah spare part rig, dan susahnya juga banyak rig-rig kita yang seharusnya udah di “junk” terpaksa dibangun lagi dengan seadanya dan sebenarnya butuh banyak spare part yang musti di ganti, namun karena harganya mahal dan untung juga belum tentu diperoleh, banyak drilling contractor yang terpaksa makai spare part seadanya dulu baru nanti kalo udah ada duit baru beli spare part yang bener. Nah...ini yang bahaya....banyak nya alat yang seadanya ini yang bakal memicu banyaknya accident di rig-rig yang ada sekarang. Belum lagi masalah SDM nya yang sekarang juga banyak yang baru-baru karena tenaga-tenaga senior mereka banyak yang eksodus ke luar negeri gara-gara gaji yang ditawarkan lebih bagus, dan juga kondisi lapangan yang kadang kurang bersahabat,ingat Porong, ingat Merbau – Sumatra Selatan, juga di Daerah Cirebon..... .daerah itu sudah bertahun-tahun jadi lokasi pengeboran dan pertambangan tetapi baru kali inilahterjadi underground blowout, kejadian yang mungkin dalam kurun 10 tahun sebelum 2006 itu jarang terjadi, kini jadi fenomena biasa....aneh. ..Lha terus di laut? gimana...? tingginya harga rig laut sekarang (Jack Up bisa sampai USD 250,000 per day) bikin oil company penyewanya juga pusing & maksain rig-rignya buat ngebor secepat2nya – yang kadang bikin peluang terjadinya accident makin terbuka, seperti kejadian yang baru saya alami – driller expat menutup IBOP waktu pompa masih jalan dan akibatnya bisa ditebak, pressure trap di dalam string langsung meledak begitu connection di buka. Al hasil – sang driller langsung pulang hari itu juga. Ini semua salah satu hasil karena company man ngejar-ngejar agar ngebor secepat-cepatnya, dan konsentrasi berkurang. Sama sajalah dengan metromini yang lagi kejar setoran, ngebut meliuk-liuk akhirnya nabrak orang.Terlepas dari masalah bener atau tidak, prosedural atau bukan.....saya cuman mau ngingetin temen-teman terutama yang kerja di service company atau drilling contractor dan juga company man di lapangan, agar sedikit membuka mata dan telinga alias lebih waspada terhadap segala sesuatu di lapangan, dan juga jaga kondisi badan....kita tahu bahwa banyak service company yang kurang orang karena pada lari ke luar negeri semua...sampai harus di lapangan 2 hingga 3 bulan.....bukannya kemaruk tapi emang kenyataan nya gitu gak ada aplusannya.. ..bahwa semakin lama kita di lapangan kewaspadaan kita terhadap bahaya accident semakin besar apalagi kerjaan yang dihadapi itu-itu aja...Buat mas-mas & mbak-mbak yang kebetulan di oil company dan pegang authority di drilling, mohon kiranya isyu safety juga diangkat karena gimanapun kita juga manusia yang “diadu” dengan mesin dan alam. Memang gak semua oil company dan service company punya implementasi safety di lapangan seperti STOP (ConocoPhillips, Vico, Total); HOC (Halliburton) ; RIR (Schlumberger) , tapi paling tidak safety awareness kita ditingkatkan, wong kita khan gak semata Cuma cari makan tapi juga cari selamat & kerjaan lancar.... liat aja kalo pas kita pulang ke rumah, keluarga kita khan maunya kita pulang dengan selamat dan utuh....soal duit masalah nanti yang penting pulang selamat dulu.....thanks.


Oleh:
"Lilies Sudjatmiko" LSudjatmiko@yahoo.com
Sun, 25 May 2008 20:09:29 -0700 (PDT)

Komentar:

"Sutrisno,Ir" wrote:>>
It's Ok Bang Ronald, very good, you are it's very concern with safety in drilling operation, thanks a lot very kind of you. How are you Abang ? It's too long time not to meet you, could you remember me, I am Trisno (TM-84), at least 18 years ago I had ever been lived at a house rental (kost) with you at Asrama Dalang - Jl. Solo Km7 Janti Yogyakarta. After that, I missed you ....and didn't contact to you. Since 2003, I worked in BPMIGAS, prior I also worked in Energy and Mineral Resources Departemen (ESDM) as an Government Employee during 9 years from 1994-2003.> > By the way, If you don't mind, I also only to revise your statement in email that sound: "SILO dari BPMIGAS", Sorry It's not correct, the correct is "SILO is made, approval and Inspection by Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas. If SILO (Surat Ijin Layak Operasi) of The Rig will expire, Drilling Contractor can arrange and request to extend direct to Ditjen Migas, BPMIGAS just only facilitate with Production Sharing Contractor (KKKS) where The Rig will operate. Please apologize for me. See you friend next time friend. Send my best regards fro all our friend especially TM-84.> >

Regards>

Trisno - BPMIGAS


From: Minyak834@yahoogrou ps.com [mailto:Minyak834@ yahoogroups. com] On Behalf Of davefirman2004Sent: 26 Mei 2008 15:06To: Minyak834@yahoogrou ps.comSubject: [Minyak834] Re: [FORUM ALUMNI TM-UPN VETERAN YOGYAKARTA] 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL (II)

Tulang Ronald,
senada dengan Pak De Trisno, saya yang juga sedikit berkecimpung dalam bisnis yang sama thanks to remind me regarding safety at Rig.

Firman Lie



Wah apa kabar Pak Firman? Wah kok pakai Lie, apa adiknya Mr. Alvin Lie yang Anggota DPR ya?

Regards
Trisno


Trisno,
Sekalian aku mau tanya mengenai SILO. Silo itu dimintakan sebelum spud in ?. Kalau SILO masih berlaku dan Rig move ketempat /dipakai company lain, apakah diperlukan SILO lagi?

Regards,
Hendrasto Sayono

Telp 5740707 Ext 1736
Email : http://us.f361.mail.yahoo.com/ym/Compose?To=hendrasto.sayono%40exxonmobil.com

Kepada: Minyak834@yahoogrou ps.com
Dari: narso marino
Tanggal: Tue, 27 May 2008 11:57:02 +0700 (ICT)
Topik: Balasan: RE: [Minyak834] Re: [FORUM ALUMNI TM-UPN VETERAN YOGYAKARTA] 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL (II)

Edy Purwanto wrote:

Dear All,
Ngemeng-ngemeng dengan SAFETY, kebetulan aku juga bekerja langsung dengan orang-2 yg menangani HSE dibeberapa perusahaan Oil n Gas n Mining. Memang sangat menarik kalau kita membicarakan SAFETY, pengalaman aku setelah beberapa kunjungan kebeberapa FPSO dan Platform dll. Diperusahaan minyak yg paling menyedihkan apabila kunjungan keperusahaan Lokal Indonesia .
Best Regards,
Edy 84.1866/TM

Salam,
Nggak usah sedih kan lagunya " Itulah Indonesia"
Wassalam,
Narso84tm

ronald siburian wrote: Note: forwarded message attached.

100....buat Pak Narso, he..he..he.. itulah Indonesia!
Kok kayaknya temen-temin kurang tertarik menggarap
pekerjaan-pekerjaan di hilir? Mungkin Pak Darmoyo dkk
perlu sedikit improvisasi dengan Kurikulum Jurusan
TM-UPN ya..dlm menuju CCST ha..ha..kita dukung dah!

Rgds,
Ronald Siburian


Klo 100 masih kebanyakan ............ ....... kurangi dong ............ .!
Bicara soal safety di dunia oil industry dan dimana saja selalu diutamakan ( Safety first). Tapi kenyataanya ...... what hapen !
"Money first" kan ....? Makanya safe selalu dilupakan karena money ?
Makanya kalau jadi Co-man atawa Rig crew jaga atitude, harus berani tegas antara yes & no dalam mengambil kebijakan operasianalnya, tidak terpengaruh oleh bisikan money atawa kata keramat bisnis yang selalu bila orang bicarakan itu kebanyakan lupa yang lebih penting lainya, terutama selamat ya selamat dunia juga selamat akhirat, he.... he.... he....
Bagaimana dengan SOP ............ ...? bukan sop buntut lho...... tapi Standard Operating Procedure , bagi rig crew terutama yang jadi co-man jangan cuma dibaca saja tapi harus difahami dan diaplikasikan.
Isya'Allah ............ .......
Wassalam,



100 Tahun Kebangkitan Nasional (I)

Tahun 1991 Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Gajah Mada Yogyakarta menyelenggarakan Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Perguruan Tinggi se Jawa-Bali dengan tema: Indonesia Tahun 2000. Lomba ini diikuti oleh para mahasiswa dari 40 perguruan tinggi se Jawa & Bali.

Saya menyertakan paper dengan judul “Prediksi Laju Produksi Minyakbumi Nasional Tahun 2000.” Metode prediksi yang saya gunakan untuk itu adalah Decline Curve atau Penurunan Kurva, metode ini sangat sederhana dan umum digunakan untuk meramal laju produksi suatu sumur atau lapangan minyak atau gasbumi.

Kesulitan utama dalam melakukan penelitian untuk penulisan paper tersebut ketika itu adalah: 1. Bagaimana mengumpulkan data produksi & konsumsi minyakbumi nasional, sejak jaman penjajahan Belanda hingga tahun 1990 dan
2. Bagaimana membuat asumsi-asumsi sehingga metode Decline Curve valid untuk digunakan sebagai metode prediksi (peramalan). Itu dulu.....

Yang menjadi pertanyaan dalam perenungan saya saat ini adalah:
1. Berapa banyak penelitian-penelitian yang baik dan bermanfaat untuk masa depan Bangsa dan Negara ini yang berujung di tong sampah?
2. Berapa banyak istilah-istilah yang menghabiskan biaya milyaran rupiah untuk kampanyenya seperti alih teknologi, masyarakat madani, diversifikasi energi, hemat energi dan sebagainya yang menguap setelah pejabat yang mengkampanyekannya pensiun atau dicopot rakyat?
3. Apakah Negara sudah tidak bertanggung-jawab lagi atas keadilan, kecerdasan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, sebagaimana yang dimaksud oleh founding fathers, para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD’45?
4. Apakah Minyak & Gasbumi serta Batubara kita tidak termasuk lagi dalam kategori “menyangkut hajat hidup orang banyak” seperti yang dimaksud oleh Pasal 33 UUD’45 sebelum amandemen I-IV?
5.Apakah para Bupati pantas diberi kewenangan mengeluarkan ijin penambangan Batubara yang menyangkut nasib 220 juta orang rakyat & generasi-generasi mendatang!?

Saat ini.....hampir tidak ada yang tidak kita jual ke pihak asing, mulai dari minyak & gasbumi, batubara, hasil-hasil hutan, juga anak-anak dan wanita di bawah umur (traficking) semua sudah Sold, termasuk budaya dan harga diri sebagai Bangsa!

Dalam rangka peringatan 48 tahun berdirinya SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia), dari tanggal 18-20 Mei 2008 yl telah diselenggarakan Rapimnas II & Rakernas II SOKSI di Hotel Santika Jakarta. Saat terjadi diskusi dan debat tentang rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM kemarin, saya hanya mengusulkan empat hal:

Pertama: agar Peraturan Presiden RI No: 55 Tahun 2005 tanggal 30 September 2005 tentang Custody Transfer Point (Titik Serah BBM) dan Tata Cara Pembayaran BBM diubah. Perubahan yang saya usulkan sbb: Titik serah Minyak Tanah Bersubsidi di ubah dari Depot/Instalasi Pertamina menjadi di Pangkalan-pangkalan Minyak Tanah se Indonesia, Titik Serah Premium dan Solar Bersubsidi diubah dari Depot/Bunker/Instalasi Pertamina menjadi di SPBU-SPBU seluruh Indonesia. Demikian pula Tata Cara Pembayarannya agar menyesuaikan dengan usulan perubahan Titik Serah di atas.

Kedua: Agar HISWANA MIGAS dikeluarkan dari Komite di Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas karena keberadaannya sudah tidak punya Dasar Hukum lagi dalam UU Migas No: 22 Tahun 2001.

Ketiga: Agar Dinas-Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi se Indonesia, yang nota bene sudah tidak punya pekerjaan lagi karena semua kewenangannya sudah diambil Bupati, diubah menjadi Perwakilan BPH Migas di daerah melalui persetujuan Menteri Penertiban Aparatur Negara. Artinya status PNS mereka pun diubah menjadi PNS Pusat sehingga tugas mereka untuk mengawasi produksi dan distribusi BBM dan Gasbumi/Elpiji diharapkan dapat efektif karena anggarannya dari APBN.

Keempat: Agar para Penimbun, Pengoplos dan Penyelundup BBM ditindak tegas dan diperlakukan sama dengan Koruptor karena memperkaya diri sendiri dengan mencuri Hak Rakyat banyak (Subsidi).

Demikian kegundahan ini saya sampaikan kepada seluruh civitas akademika UPN "VETERAN" dimana saja berada untuk dikaji dan ditindak-lanjuti.

Semoga…. Bangkit Indonesia ku!


Jakarta, Senin 26 Me1 2008.

Ronald Siburian


KOMENTAR:

"TODO HASOLOAN SITORUS" tsitorus@mail.bphmigas.go.id
Tue, 27 May 2008 14:40:38 +0700

hebat kali tulisan bos ini.
Maen lah ke BPH biar kita bahas tulisan itu

Tks.
Todo Sitorus

"supriadi_syarif" supriadi_syarif@yahoo.co.id
Tue, 27 May 2008 11:21:35 -0000

mantap kali boss pokok-pokok pikiran itu ...nich dah kelas menteri
yang bicara ya? he..he..he..