MENYIKAPI MASALAH LAPINDO & BLBI

PERNYATAAN POLITIK RAPIMNAS II SOKSI

Tanpa mengabaikan berbagai hasil yang telah dicapai dalam 10 tahun perjalanan reformasi pembangunan nasional, SOKSI beranggapan bahwa tekad dan harapan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih adil, demokratis dan sejahtera ternyata belum memuaskan. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa perjalanan reformasi ditengah dinamika tantangan internal bangsa dan global belum sepenuhnya memberikan dampak positif. Bahkan reformasi terkesan sudah salah arah dengan kuatnya fenomena orientasi kekuasaan berdasarkan kepentingan para elite politik, primordialisme sempit baik di pusat maupun di daerah yang pada akhirnya cenderung melupakan nasib dan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat dan daya saing bangsa menghadapi arus globalisasi yang makin deras. Dalam momentum 100 tahun Kebangkitan Nasional ini, hal tersebut menjadi perhatian besar dan keprihatinan mendalam para kader SOKSI di seluruh tanah air.

Rapat Pimpinan Nasional II SOKSI yang berlangsung tanggal 18-20 Mei 2008 di Jakarta, SOKSI merefleksikan pengalaman perjalanan bangsa serta mengkaji secara seksama terhadap dampak reformasi satu dasawarsa ini bagi transformasi tatanan dan moralitas kehidupan kebangsaan dan kemasyarakatan, dengan ini menyatakan pandangan dan sikap politik SOKSI sebagai berikut :

1. Pelurusan Arah Reformasi Reformasi yang semula diharapkan memberantas atau mengurangi korupsi, justru kenyataannya korupsi menjadi lebih besar dan marak dengan lahirnya para koruptor baru di pusat dan di daerah-daerah. Reformasi yang diharapkan mengembangkan demokrasi,ternyata telah ditandai maraknya anarkhisme dan merosotnya nilai-nilai budaya musyawarah kekeluargaan. Reformasi yang diharapkan dapat membangkitkan ekonomi kerakyatan dan penguatan ekonomi bangsa, ternyata telah ditandai tumbuh kembangnya kapitalisme dan neo liberalisme yang mengakibatkan semakin terhimpitnya ekonomi rakyat. Menurut SOKSI, hal ini terjadi karena reformasi 10 tahun ini sejak awal hanyalah reformasi politik prosedural tanpa menyentuh transformasi-reformasi budaya. Untuk itu, SOKSI menegaskan bahwa arah Reformasi perlu diluruskan dengan penekanan terhadap Transformasi-Reformasi Budaya untuk merekonstruksi kembali budaya nasional sebagai centrum di dalam mendorong patriotisme-nasionalisme nilai-nilai budi pekerti luhur, di dalam aspek-aspek politik dan ekonomi serta aspek lainnya dalam mengembangkan kehidupan bangsa dan negara yang bersumber dari nilai-nilai luhur Pancasila.

2. Penyempurnaan Amandemen UUD 1945 SOKSI memandang hasil amandemen UUD 1945 dan kebijakan negara pasca reformasi lebih memberikan ruang gerak liberalisasi dan neo-liberalisme yang sekarang ini sudah merasuk hampir kesemua aspek kehidupan bangsa ini. Untuk itu SOKSI menegaskan kembali dan mengajak segenap potensi bangsa untuk mengembalikan semangat dan jiwa Pancasila, sehingga perjalanan bangsa kedepan, konsisten dengan Pembukaan UUD 1945 yang diamanatkan oleh the founding fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Agar kegagalan amandemen tidak terulang kembali, dan guna menghindari kepentingan-kepentingan politik sempit dari pihak manapun, SOKSI meminta agar Majelis Permusyawaratan Rakyat RI dan atau Presiden segera membentuk suatu Komisi Negara yang bersifat independen, terdiri dari para negarawan untuk menyusun naskah Penyempurnaan terhadap Amandemen UUD 1945.

3. Penyelamatan Ekonomi Bangsa Pengaruh gejolak harga minyak dunia mengakibatkan subsidi BBM meningkat dan membebani APBN, memicu keterpurukan dan membawa bangsa ini ke situasi darurat di bidang ekonomi. Akan tetapi menyadari bahwa negeri ini kaya akan sumber daya alam, SOKSI menaruh kepercayaan sekaligus harapan kepada Pemerintah untuk segera mengambil inisiatif langkah responsif kreatif dengan kebijakan bukan pragmatis semata, tetapi menyeluruh dan mendasar serta berani melakukan koreksi total untuk mengembalikan sistem ekonomi bangsa ini ke pasal 33 UUD 1945, untuk kesejahteraan rakyat serta kebangkitan ekonomi bangsa ke depan. Menyadari hal itu, SOKSI memandang perlu menyampaikan kontribusi berupa 6 (enam) pemikiran penyelamatan ekonomi bangsa alternatif sebagai berikut :


Pertama, SOKSI meminta Pemerintah segera meninjau kembali APBN berdasarkan skala prioritas dan penajaman efisiensi nasional dengan menghilangkan anggaran yang bersifat kontroversial, antara lain seperti pembayaran hutang BLBI, dampak proyek Lapindo yang menjadi beban APBN yang pada dasarnya sama dengan uang yang dibayar oleh rakyat yang sedang susah. Penyelesaian secara hukum kasus hutang BLBI selama ini telah mencederai rasa keadilan masyarakat, untuk itu SOKSI berpendapat perlunya dilakukan peninjauan ulang. Lebih lanjut mengenai beban APBN atas dampak Lumpur Lapindo di Jawa Timur, SOKSI berpendapat sebaiknya hal tersebut tetap menjadi beban PT. Lapindo Brantas dan bukan menjadi beban Negara.


Kedua, SOKSI berharap kepada Pemerintah untuk memprakarsai segera “Gerakan Budaya Hemat Nasional ” di semua sektor dan lapisan, antara lain melalui :


a. Budaya hemat keuangan negara yang dipelopori oleh Pemerintah Pusat dan Daerah serta BUMN /BUMD dengan melaksanakan prinsip good governance secara benar dan optimal sehingga pemborosan dan korupsi dapat dicegah. Salah satu diantaranya dalam hal ini Pemerintah bersama Pertamina perlu segera merubah pola impor dan ekspor minyak yang selama ini melalui trader yang bersifat ‘high cost economy’, sekaligus melakukan peninjauan terhadap Kontrak Kerja Perminyakan (production sharing, dan cost recovery).


b. Budaya hemat energi sehari-hari, terutama hemat minyak/BBM dan listrik perlu terus didukung dengan mengutamakan inisiatif dan keteladanan Pemerintah yang diikuti dengan keikutsertakan seluruh masyarakat. Dalam hal ini SOKSI memerintahkan agar seluruh jajaran, kader, dan anggotanya turut mengambil inisiatif dan peran aktif dalam melaksanakan gerakan tersebut.


Ketiga, SOKSI meminta Pemerintah meningkatkan tarif dan penerimaan pajak ekspor atas komoditi yang mengalami windfall profit akibat gejolak harga minyak dunia, seperti pajak atas minyak,gas, batubara dan mineral lainnya. Hal itu didasarkan pada prinsip pengelolaan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan nilai-nilai kebersamaan bangsa yang kita anut sesuai Pasal 33 UUD 1945. Tarif itu dapat diturunkan lagi kelak apabila harga turun. Seiring dengan itu, dalam rangka meningkatkan penerimaan Negara sejalan dengan prinsip good governance, Pemerintah perlu membangun sistem informasi manajemen penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak yang handal terutama dari segmen korporasi sehingga “transfer pricing seperti yang terjadi pada ekspor batubara dan penyelundupan cukai, yang diduga bernilai puluhan triliun rupiah”, dapat dicegah dimasa mendatang.


Keempat, untuk membangun ketahanan energi nasional sekaligus penguatan ekonomi bangsa kedepan, SOKSI menegaskan agar pemerintah mengambil langkah kebijakan berikut :


a. Pemerintah perlu segera mengintensifkan dan mengekstensifkan upaya peningkatan produksi minyak (lifting) dengan penerapan transparansi, akuntabilitas dalam setiap pengelolaan eksplorasi dan eksploitasi serta transportasinya. Seiring dengan itu, strategi program yang terencana dan terukur disertai perbaikan pelayanan eksplorasi baru, dan pertimbangan daya tarik investasi seperti tax holiday, perlu dilakukan, antara lain melalui peninjauan ulang praktek penguasaan konsesi batubara yang monopolistic. Adalah tidak adil pihak-pihak tertentu menguasai kekayaan negeri ini meliputi ratusan ribu hektar bahkan jutaan hektar lahan konsesi batubara padahal yang dikelolanya selama ini hanyalah terbatas ribuan hingga belasan ribu hektar saja, dan sementara negeri ini susah dan hal itu tidak boleh terjadi berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, Oleh karena itu, penguasaan konsesi batubara oleh pihak swasta harus dibatasi waktu dan luasannya, dengan pengawasan pengelolaan oleh Negara yang efektif ,sehingga memberi kesempatan berusaha dan lapangan keja seluas-luasnya serta penerimaan negara yang optimal.


b. Pemerintah perlu membangun dan mengembangkan sumber daya alam lainnya, seperti pengelolaan BBM alternatif yang murah dan bersumber dari batubara, jarak, dan sebagainya, karena biaya produksinya jauh lebih murah dari harga minyak dunia.


Kelima, SOKSI meminta Pemerintah dengan dukungan sumber-sumber dana yang diharapkan berasal dari penghematan dan peningkatan penerimaan Negara, bersama-sama sektor usaha swasta dapat sesegera mungkin menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya melalui program pembangunan infrastruktur, pembukaan industri baru, penyebarluasan program pemberdayaan UMKM serta perkreditan modal bagi usaha rakyat, pemberdayaan lahan tidur untuk pertanian, pelatihan kompetensi tenaga kerja yang kesemuanya pada waktunya dapat mengatasi pengangguran serta mengentaskan kemiskinan.


Keenam, terhadap rencana kebijakan Pemerintah untuk tidak menambah subsidi harga minyak dalam APBN yang berakibat akan naiknya harga BBM yang disertai program jaring pengaman sosial (social safety net) untuk meminimalkan dampaknya bagi rakyat miskin, SOKSI sungguh memahaminya sebagai keniscayaan akan tetapi haruslah benar-benar merupakan pilihan terakhir sebagaimana sudah dinyatakan oleh Pemerintah kepada rakyat. SOKSI sependapat bahwa rakyat akan menerima kebijakan itu meskipun pahit apabila rakyat telah melihat dan meyakini bahwa Pemerintah telah bekerja keras dan optimal melakukan berbagai upaya untuk melindungi kepentingan ekonomi rakyat sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945 sebelum pilihan terakhir itu diambil oleh Pemerintah. SOKSI berharap kebijakan apapun termasuk menaikkan harga BBM, jangan berakibat buruk terhadap ekonomi rakyat dan tidak mengganggu kepercayaan rakyat kepada Pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah perlu memperhatikan bagaimana agar kebijakan menaikkan harga BBM itu perlu didahului atau dibarengi oleh kemauan politik Pemerintah untuk mengembalikan Pasal 33 UUD 1945 dalam kehidupan ekonomi bangsa ini dengan berbagai kebijakan penguatan ekonomi rakyat dan negara dengan 5 (lima) pemikiran alternatif penyelamatan ekonomi bangsa yang dikemukakan di atas.


Selanjutnya kepada segenap anak bangsa dan masyarakat yang melakukan unjuk rasa dewasa ini, SOKSI mengingatkan bahwa sebagai bangsa besar yang berbudaya dan bermartabat, bahwa nilai-nilai demokrasi harus dijunjung tinggi dengan menghargai segala perbedaan pendapat tanpa menimbulkan kerusakan dan gangguan kepentingan umum serta tidak melemahkan bangsa dan negara, tetapi bagaimana agar supaya Pemerintah bersama rakyat seiring sejalan melaksanakan reformasi pembangunan ke depan menuju perubahan dan kebangkitan bangsa.


4. Penyempurnaan Pilkada

SOKSI menghargai perkembangan demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sepanjang 4 tahun terakhir ini, namun sekaligus prihatin terhadap ekses-eksesnya seperti perilaku kekerasan dan anarkhisme, politik uang dan biaya tinggi, primordialisme sempit, bahkan merusak sendi-sendi kekeluargaan dan persatuan. Tetapi hasilnya hanya cenderung kurang efektif sehingga munculnya “raja-raja kecil” yang juga merugikan rakyat di daerah. Berdasarkan fakta-fakta memprihatinkan itu, SOKSI meminta kepada Pemerintah bersama para tokoh negarawan dan Perguruan Tinggi yang memiliki komitmen terhadap masa depan bangsa ini, untuk mengevaluasi pelaksanaan Pilkada langsung dengan format pemilihan Gubernur dan Bupati/Walikota yang demokratis sekaligus menguatkan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

5. Sukses Pemilu 2009.

SOKSI menyambut rencana pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/ Wakil Presiden tahun 2009 berlangsung tanpa gejolak, aman, dan demokratis serta menghasilkan kepemimpinan terbaik bagi bangsa ke depan. Dalam pengamatan SOKSI dan berdasarkan hasil survey berbagai lembaga ahli, bahwa kepercayaan rakyat kepada lembaga-lembaga negara termasuk partai politik dewasa ini, cenderung menghendaki perubahan. Semua itu tidak terlepas dari keterbatasan kepemimpinan dan sistem politik serta ketatanegaraan yang dibangun di era reformasi ini. Ke depan rakyat membutuhkan pemimpin nasional yang bukan saja visioner dan berintegritas tetapi juga harus mampu membangun kepemimpinan nasional yang demokratis, kuat dan efektif. Oleh krena itu, SOKSI sependapat dan mendukung gagasan tentang persyaratan Calon Presiden/Wakil Presiden mendatang harus didukung oleh Partai Politik atau Koalisi Partai Politik yang memperoleh kursi DPR-RI sekurang-kurangnya 30 %, sehingga kondusif untuk mewujudkan kepemimpinan nasional yang demokratis, kuat dan efektif guna mengelola perubahan menuju kebangkitan bangsa kedepan. Dalam kaitan itu, SOKSI sangat menyesalkan pandangan yang reaktif dan emosional dari beberapa pihak terhadap gagasan itu sekaligus mengajak segenap potensi bangsa ini secara sadar terpanggil untuk menghentikan praktek “trial and error” dan “permainan kepentingan kelompok” yang membuat bangsa ini makin mundur dan jauh tertinggal dibelakang bangsa-bangsa lain, tetapi marilah kita bangkit bersama-sama dengan senantiasa mengedepankan dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.


Selanjutnya dalam rangka rekrutmen Calon Presiden/Wakil Presiden dari Partai GOLKAR, sebagai salahsatu organisasi pendiri , SOKSI mendukung mekanisme survey independent yang jujur untuk memahami kehendak rakyat dan diikuti dengan Rapimnas Khusus. Tentang siapa figur calon Presiden/wakil Presiden, SOKSI berpendapat akan sangat tergantung bagaimana dan sejauhmana Kepemimpinan Pemerintahan sekarang mampu merubah tantangan sekarang ini menjadi peluang besar bagi kebangkitan bangsa kedepan. SOKSI sungguh menaruh harapan dan kepercayaan kepada pemerintah, namun adalah wajar apabila Partai GOLKAR sudah mulai mempersiapkan alternatif calon pemimpin bangsa ke depan.


Berkaitan dengan Pemilu Legislatif 2009, seluruh kader SOKSI telah dan akan proaktif bersama-sama segenap keluarga besar Partai GOLKAR untuk memenangkan dengan target 30 % secara nasional. Untuk mencapai target itu, SOKSI menyadari perlunya segenap kader memiliki motivasi yang kuat ,militansi dan kompetensi yang tinggi. Untuk itu, Partai GOLKAR perlu mengapresiasi kader-kader yang memiliki kompetensi sekaligus potensi besar dalam mengumpulkan suara untuk dipercaya menjadi calon legislatif. Sejalan dengan itu, SOKSI meminta kepada Partai GOLKAR untuk berani mengambil kebijakan bahwa Caleg yang memperoleh suara 30 % BPP atau lebih, ditetapkan menjadi “Caleg terpilih” berdasarkan aspek elektibilitas atau legitimasinya melalui suara terbanyak selain aspek kompetensi kekaderannya atas dasar prerogatif Ketua Umum DPP Partai GOLKAR, sehingga bukan berdasarkan nomor urut semata dengan tetap memperhatikan UU tentang Pemilu yangberlaku.


Demikianlah pandangan dan sikap politik SOKSI, sebagai bentuk keprihatinan dan kontribusi pemikiran serta rasa tanggungjawab SOKSI terhadap keberadaan bangsa Indonesia tercinta. Semoga dapat bermanfaat bagi kemajuan masyarakat, bangsa dan Negara ke depan. Amien.



Jakarta, 20 Mei 2008

DEWAN PIMPINAN NASIONAL SOKSI

Selaku PIMPINAN RAPAT PIMPINAN NASIONAL II SOKSI TAHUN 2008




Syamsul Mu’arif FMT. Rajagukguk

[Ketua Umum] [Sekretaris Jenderal]